Bertahan di Tengah Gempuran Kekinian
Sejak tahun 1984, Indonesia telah memiliki teater imax pertama di Asia Tenggara. Lokasinya di Teater Keong Emas, Taman Mini Indonesia Indah. Teater yang menawarkan sensasi menonton film sedekat mungkin dan senyata mungkin ini juga memiliki arsitektur yang ikonik, "Keong Emas", cerita rakyat dari Jawa.
Layar lengkung raksasa memungkinkan mata melihat dengan sudut hingga 120 derajat. Ukuran layar yang mencapai 21,5 meter x 29,3 meter ini sempat memecahkan rekor dunia sebagai layar teater imax terbesar di dunia.
Keong Emas di TMII diresmikan Presiden Soeharto pada ulang tahun ke-8 TMII, 20 April 1984. Bentuk gedung Teater Keong Emas bulat kubah. Layarnya tidak melengkung bulat, tetapi segi empat dengan sedikit melengkung.
Pada tahun 1984, terdapat 16 teater imax, sebagian besar di Amerika Serikat dan Kanada, tempat kelahiran imax. Dari 16 teater imax di dunia saat itu, yang paling unik adalah Teater Imax Keong Emas yang berbentuk keong sawah (Mollusca gastropoda), pertama di Asia dan termasuk terbesar di dunia! Layar Keong Emas 10 kali lipat layar biasa 5,8 m x 13,7 m.
Perbedaan menonjol pada ukuran filmnya. Kunci keberhasilan imax adalah semakin besar bingkai (frame) film, semakin sempurna kualitas gambar yang dihasilkan. Imax merupakan merek dagang dan pemegang hak monopoli pembuatan film-film imax dan semua sistem pendukungnya.
Bangunan teater imax TMII digagas dan dicetuskan oleh Ny Tien Soeharto, yang terinspirasi dari cerita rakyat Keong Emas.
Nama Keong Emas berkaitan dengan legenda Dewi Sekartaji dari Kediri dan Raden Panji Asmoro Bangun dari Jenggala pada abad ke-10. Legenda Keong Emas memiliki pesan tentang budi baik, ketabahan, kesetiaan, keberanian, kisah cinta abadi, dan selalu bersyukur.
Lebih sulit
Awal 1982, sebelum membangun Keong Emas, tim pembangunan melakukan survei ke Sydney, Australia, untuk mempelajari Sydney Opera House. Secara struktur, bangunan Keong Emas lebih sulit dibandingkan dengan Opera House.
Bangunan Keong Emas itu diuji oleh Ir Rooseno, dengan memberinya beban pasir berton-ton. Setelah tes beban dilakukan, bangunan tetap kokoh, tak melengkung turun. Meski menggunakan teknologi 1980-an, PT WKC memiliki cara tepat membangun bangunan yang secara struktur lebih sulit.
Uji pembebanan bangunan unik ini dilakukan dengan pembebanan penuh dan pembebanan antisimetri dengan beban 300 ton atau 1.275 kali lebih besar dari beban rencana, kata Ketua Tim Arsitek Dipl Ing Eddy W Utoyo, seperti ditulis Kompas Minggu 6 Mei 1984.
Yang paling sulit menerjemahkan bentuk alamiah keong ke dalam bentuk geometris arsitektural. Pemancangan tiang pertama dilakukan Ny Tien Soeharto, 20 April 1982. Penanggung jawab proyek Ny EN Sudharmono. Dalam dua tahun, Keong Emas sudah berdiri tegak.
Tak sebanyak dulu
Jumat (16/6) pekan lalu, Kompas mengunjungi Teater Keong Emas di TMII. Hanya ada tiga pemutaran film yang dijadwalkan, Indonesia Indah IV, Journey to the South Pacific, dan Born To Be Wild. Memasuki teater yang sudah berusia 33 tahun itu, baik film maupun gedung terasa sama lawasnya, meskipun seluruh fasilitas cukup terawat.
Di film Indonesia Indah IV yang berjudul Aku Bangga Menjadi Anak Indonesia,presiden kedua RI, Soeharto, muncul dalam film itu, menyemangati anak-anak menggapai cita-cita.
Indonesia dalam film itu digambarkan tengah gencar membangun, gedung-gedung di Jakarta bermunculan, satelit Palapa diluncurkan, juga produksi pesawat N-250 oleh Industri Pesawat Terbang Nusantara.
Meski demikian, sensasi menonton teater imax masih sangat terasa. Dari udara, penonton seperti benar-benar tengah terbang, pusing ketika mobil berjalan kencang di jalan berkelok-kelok, juga ikut mual dan tegang ketika naik roller coaster naik turun jungkir balik.
Sejak tahun 1984 hingga saat ini, Teater Imax Keong Emas hanya memiliki empat film dokumenter Indonesia seri Indonesia Indah. Asisten Manajer Bidang Operasional Teater Imax Keong Emas TMII Ngadiyat mengakui, film-film dokumenter Indonesia yang masih diputar di Keong Emas sudah terlalu lawas. Seharusnya ada produksi film baru, tetapi biayanya sangat besar, Rp 60 miliar-Rp 70 miliar.
Jumlah pengunjung saat ini 375.000-400.000 orang per tahun. Dulu sempat mencapai 1 juta orang per tahun. Harga tiket masuk Rp 35.000 per orang.
Pengunjung dari Kota Bogor, Hanna (37) yang mengajak suami dan kedua anaknya, mengungkapkan, "Sebetulnya pesan filmnya bagus, edukatif, tetapi sudah lama banget, tak sesuai lagi dengan konteks kekinian."