logo Kompas.id
MetropolitanKetika Ijazah Ditahan Sekolah
Iklan

Ketika Ijazah Ditahan Sekolah

Oleh
· 4 menit baca

Persoalan ekonomi yang membelit keluarganya membuat Cindy Nurril Kusumah (17), yang baru saja lulus dari Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 1 Ciputat, resah. Ijazahnya masih tertahan karena belum membayar aneka tunggakan sekolah Rp 4,1 juta. Bahkan, ia tidak bisa melihat nilai ujian nasionalnya, yang seharusnya bisa digunakan untuk mendaftar ke SMA impiannya.Cindy sempat tidak diizinkan mengikuti ujian nasional karena belum membayar uang ujian, karyawisata ke Bandung, dan perpisahan sekolah sebesar total Rp 2,275 juta. "Waktu itu, kami benar-benar kalut luar biasa. Akhirnya, apa pun saya lakukan. Pinjam sana-sini, jual barang-barang yang bisa dijual, sampai akhirnya bisa lunas dan Cindy ikut ujian susulan," kata ibundanya, Desi Yeti Kusuma (39), saat ditemui di kontrakannya di RT 006 RW 018 Kelurahan Kedaung, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (14/6). Ayahnya, Jumaeri (41), terduduk di tikar di ruang tamu yang menjadi ruang tidur di malam hari. Tulang paha kirinya patah sejak Agustus 2016 akibat kecelakaan lalu lintas. Jumaeri, tulang punggung keluarga, kini tak bisa bekerja."Waktu itu di RS mau dioperasi, tetapi kami belum punya BPJS. Biayanya sangat mahal, saya tidak mampu bayar. Karena itu, hanya ke ahli patah tulang, tetapi tidak bisa maksimal, sampai sekarang masih belum dioperasi juga," tutur Jumaeri yang sebelumnya bekerja sebagai surveyor dan bekerja sambilan menjadi pengemudi ojek.Desi mengaku sudah datang ke SMA Negeri 1, sekolah yang diinginkan Cindy. Di sana, Cindy ditanya berapa nilai UN-nya. "Karena tidak ada, jadi tidak bisa mendaftar," ucapnya.Padahal, Cindy selama ini selalu mendapat peringkat kedua atau ketiga di kelas. Cindy juga tergabung dalam pasukan pengibar bendera dan beberapa kali ikut kompetisi di tingkat Kota Tangsel. "Saya tidak tahu nanti akan bisa melanjutkan sekolah atau tidak," ungkapnya lirih.Ikut bekerjaKeluarga ini juga menanggung enam adik Cindy. Tiga di antaranya di SD dan dua orang belum bersekolah. Seorang lainnya bersekolah di tingkat SMP dan malah pergi ikut berdagang teman-temannya dan belum pulang sejak 10 bulan terakhir.Cindy pun setelah ujian nasional berakhir mulai membantu ibunya berjualan nasi uduk di dekat mal Poins Square, Lebak Bulus. Sewaktu-waktu, ia juga menjadi pengemudi ojek. Hal serupa dialami Hafiz Fitriadin (16), teman satu angkatan Cindy yang selalu masuk peringkat 10 besar di kelas. Ia mendaftar di SMA Negeri 6 Tangsel, tetapi tidak diterima karena nilai UN-nya juga belum diinformasikan. Hafiz, yang juga aktif di organisasi paskibra dan bercita-cita menjadi dokter ini, diminta melunasi tunggakan sekitar Rp 5 juta. "Saya ingin sekali masuk sekolah negeri supaya biaya orangtua lebih ringan. Ibu saya minta saya tidak usah memikirkan hal itu, tetapi saya terus kepikiran," ujar Hafiz dengan mata berkaca-kaca.Ayahnya, Tugiono, buruh di sebuah perusahaan swasta. Sementara ibunya adalah ibu rumah tangga. Hafiz merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Tiga kakaknya sudah bekerja dan dua adiknya masih bersekolah di SD dan SMP."Kakak-kakak saya kondisinya juga sama. Meskipun sudah lulus SMA, ijazahnya masih ditahan di sekolahnya. Ada satu kakak saya bisa kuliah, yang lain bekerja. Saya ingin sekali bisa kuliah, tapi sekarang mau mendaftar SMA saja sulit," tutur Hafiz di rumah kontrakannya di Jalan Oskar III, RT 003 RW 002 Bambu Apus, Kecamatan Pamulang.Secara terpisah, Kepala Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah 1 Ciputat Susanti mengatakan, toleransi banyak diberikan oleh sekolah terkait tunggakan ini. "Bukan hanya Cindy, ada banyak anak lain yang kondisinya sama. Di angkatan yang lulus ini, tunggakan yang belum dibayarkan kepada sekolah total Rp 28 juta. Dengan terpaksa, ijazah harus kami tahan. Di sini bahkan ada banyak sekali ijazah yang belum diambil bahkan sejak 6 tahun lalu," ungkapnya.Menurut Susanti, hal serupa terjadi setiap tahun. "Kami terus menyadarkan orangtua bahwa pendidikan anaknya harus diutamakan. Karena itu, komitmen menunaikan kewajiban ke sekolah tak boleh diabaikan." Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Tangerang Selatan Taryono mengungkapkan, sekolah tidak boleh menahan ijazah anak, apa pun alasannya. (Amanda Putri n))

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000