Korban kebakaran di Gang Buntu, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, kembali beraktivitas, Jumat (23/6) siang. Mereka mulai merapikan puing-puing sisa kebakaran, Kamis (22/6), yang mengakibatkan 1 ruko dan 28 rumah kontrakan ludes. Kebakaran mengakibatkan seorang anak berusia 11 tahun meninggal.
Berdasarkan pengamatan Kompas, berbeda dengan hari setelah kebakaran, Jumat (23/6), 10 tenda sudah terpasang di lokasi kebakaran ini. Terdapat juga terpal untuk tidur dan tenda dapur darurat yang berisi dus-dus mi instan.
Puing-puing sisa kebakaran masih didominasi kelapa yang merupakan bahan dagangan para korban. Kelapa-kelapa hitam gosong ini berserakan di lokasi kebakaran, bahkan ada yang menggunung sampai setinggi 1 meter.
Kelompok pedagang kelapa asal Madura ini terlihat bergotong royong mengatasi kebakaran yang merusak tempat tinggalnya. Bapak-bapak mengupas kulit kelapa yang gosong satu per satu. Mereka mencari kelapa yang masih layak dijual di pasar. Suara bacokan kapak yang meghantam kulit kelapa terdengar dari segala sisi.
Ibu-ibu mulai merapikan terpal untuk tempat beristirahat. Ada beberapa yang memasak mi instan di tenda dapur darurat.
Tiga hari menjelang Lebaran, korban kebakaran memilih tetap tinggal di Jakarta. Lebaran tahun ini mereka tidak mudik ke Madura. Kebakaran telah memusnahkan tempat tinggal, uang, perhiasan, dan barang dagangan mereka.
Tahun-tahun sebelumnya, pedagang kelapa asal Madura yang sudah tinggal di sini sejak 20 tahun lalu ini kerap mudik bersama dengan menyewa 1 bus besar. Sebelum kebakaran, sudah sempat ada perbincangan untuk mudik bersama lagi.
”Bagaimana mau mudik, uangnya ludes semua,” ujar Solihin (47), pedagang kelapa korban kebakaran. Menurut dia, para korban memang sudah punya niat mudik ke Madura setelah Lebaran. Namun, kebakaran membuat hasil usahanya menjual kelapa setiap malam hilang begitu saja.
Tahun lalu, Solihin berhasil mengumpulkan minimal Rp 10 juta dari penjualan kelapa selama dua hari saat Lebaran. ”Kalau Lebaran, itu masa panen untuk kita,” katanya.
Kebakaran tersebut mengakibatkan Solihin kehilangan hasil keuntungannya dan uang untuk membayar tagihan kelapa ke pengepul. Ia mengatakan, setiap hari mengambil kelapa dari pengepul, lalu dibayar setelah satu minggu. Namun, saat kebakaran melanda, ia belum membayar setoran itu.
”Saya biasa ambil sehari 300 kelapa, seharga Rp 5.500 per biji. Itu dikalikan lagi 7 hari,” katanya saat menghitung jumlah uang yang harus disetor kepada pengepul. Tidak ingin berlarut-larut meratapi nasib, pada malam hari setelah kebakaran, Solihin dan teman-temannya langsung berjualan kembali di Pasar Kebayoran Lama.
Hal senada juga diutarakan Dulbasit (50), korban kebakaran. Uangnya sebesar Rp 15 juta hangus terbakar. Ia bahkan belum membayar kepada pengepul selama 9 hari. Namun, ia yakin pengepul akan maklum dengan kondisi pedagang yang sedang terkena bencana.
Rumah kontrakan yang terbakar berjumlah 28 kamar. Rumah kontrakan yang terdiri atas dua lantai itu, setiap kamar berukuran 2,5 meter x 5 meter. Lantai 1 berfungsi sebagai gudang kelapa, lantai 2 untuk tempat tidur. Kontrakan tersebut dimiliki oleh dua orang, 18 kamar milik Sudi dan 10 unit sisanya milik Muri.
Salah satu pemilik kontrakan, Sudi (49) yang juga berasal dari Madura, mengungkapkan akan membangun kembali kontrakan tersebut secara perlahan. Ia berharap pemerintah tidak mengganggu kegiatan pemulihan tempat itu. ”Kalau tidak mau membantu ya tidak apa-apa, tetapi jangan sudah susah malah dibikin tambah susah. Kalau kami buat terpal dan tenda sementara ya jangan diganggu dulu,” ucapnya.
Meninggal
Selain kerugian material, kebakaran ini merenggut satu korban jiwa, Aan (11). Ia merupakan anak dari Hj Rusdi, pedagang kelapa asal Madura. Berdasarkan kesaksian warga, biasanya Aan ikut ayahnya berjualan kelapa di pasar. Namun, hari itu Aan mengantuk dan tidak ikut berjualan. Menurut Sudi, saat ini jenazah Aan sudah dibawa ayahnya ke kampung halaman untuk dikuburkan.
Demi membantu pemulihan korban, Sudi meminta teman keponakannya membuat tenda sementara untuk berteduh. Siang itu, ia juga membawakan nasi dan lauk ati untuk bekal para korban.
Bantuan pun datang dari mahasiswa FISIP Universitas Satya Negara Indonesia (USNI). Sejumlah relawan dari USNI terlihat sedang berjaga di lokasi kebakaran. Mereka mendirikan dapur darurat dan memasok beberapa dus mi instan serta 1 dus besar pakaian bekas.
Menurut Jatsu (22), mahasiswa angkatan 2014 FISIP USNI, mereka mengetahui kebakaran ini karena salah satu korban merupakan teman kuliahnya. ”Kami langsung datang keesokan harinya setelah dapat kabar. Kami menggalang dana dari teman-teman kampus,” ujarnya.
Kebakaran yang menghabiskan 1 ruko, 28 rumah kontrakan, dan seorang korban jiwa ini terjadi pada pukul 01.00, Kamis (22/6). Kebakaran diduga terjadi akibat hubungan pendek arus listrik di salah satu rumah kontrakan. Api dengan cepat menyebar ke rumah lainnya karena bangunan yang terbuat dari kayu, ditambah dengan ribuan kelapa yang ada di rumah warga. (D06)