logo Kompas.id
MetropolitanBanyak Aturan Dilanggar
Iklan

Banyak Aturan Dilanggar

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Wacana perekrutan "pak ogah" oleh Polda Metro Jaya menuai pro dan kontra. Rencana kebijakan ini tidak didukung dasar hukum yang kuat dan ibarat merekrut masalah yang selama ini seharusnya ditertibkan. Di sisi lain, sebagian warga tetap berharap ada pembinaan dan pengawasan polisi terhadap mereka.Keberadaan "pak ogah" sudah menjadi hal biasa di hampir semua perempatan, pertigaan, juga putaran jalan yang ramai dilewati kendaraan di Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Kehadiran mereka membuat berbagai kendaraan bermotor lolos menembus larangan jalan berputar atau belok. Mereka bisa mengatur arus kendaraan agar berhenti meskipun lampu sudah hijau atau sebaliknya. Namun, keberadaan mereka diakui kadang membantu. Satiri (52), warga Kelurahan Kebon Kacang, Jakarta Pusat, merasa kehadiran "pak ogah" berkontribusi terhadap kelancaran arus lalu lintas. Mereka mengatur pergerakan kendaraan agar tidak berebut maju. "Namun, tanpa pengawasan dari polisi, \'pak ogah\' yang direkrut dikhawatirkan bisa bertindak sewenang-wenang karena berseragam. Juga jangan rekrut yang di bawah umur," ujar Satiri, di Pasar Tanah Abang, Rabu (26/7). Ebi (39), warga Kelurahan Koja, Jakarta Utara, menuturkan, perekrutan itu bisa menyejahterakan "pak ogah" yang hidup pas-pasan. Namun, polisi disarankan terlebih dulu memetakan lokasi mana saja yang membutuhkan jasa mereka.Doni (31), "pak ogah" di kawasan Pasar Tanah Abang, senang terhadap wacana itu. Jika diberi pelatihan dan seragam oleh polisi, hal itu bisa memperbaiki citra mereka. "Biasanya, kan, selalu dicap preman jalanan. Kalau direkrut nanti, mungkin warga menjadi lebih percaya sama \'pak ogah\'," ucap Doni.Di Pasar Tanah Abang, Doni harus bergantian mengatur lalu lintas dengan banyak orang. Dalam sehari, Doni hanya memiliki kesempatan bekerja selama satu jam dan memperoleh Rp 40.000 hingga Rp 50.000. Pelanggar aturan"Kita harus betul-betul cermat, jangan sampai nanti kehadiran mereka justru jadi tantangan baru untuk problem lalu lintas itu sendiri," ujar Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menanggapi rencana Polda Metro Jaya.Apalagi, ditinjau dari Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, keberadaan "pak ogah" termasuk salah satu jenis pelanggaran. "Satpol PP menertibkan dan mengirim mereka ke panti," ujar Sigit. Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengungkapkan, rencana merekrut "pak ogah" atau "polisi cepek" menjadi sukarelawan pengatur lalu lintas masih membutuhkan kajian. "Perlu kajian apakah bisa memanfaatkan tenaga mereka membantu polisi. Harus melihat aturan yang ada dalam kepolisian dan instansi terkait," ujarnya. Menurut Argo, perlu didata dan dicek tempat-tempat "pak ogah" beroperasi karena banyak sekali tempat berputar atau menyeberang di Jakarta. Kajian juga diperlukan apabila akan menggandeng perusahaan swasta untuk menggaji para sukarelawan itu dengan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Ketua DPRD Jakarta Prasetyo Edi Marsudi di Markas Polda Metro Jaya mengatakan, "pak ogah" lebih baik bekerja sebagai anggota penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) dengan gaji UMR dan mendapat jaminan kesehatan. Pengamat masalah perkotaan Yayat Supriyatna menambahkan, perekrutan "pak ogah" melawan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dan etika CSR dari Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. (WAD/HLN/ADY/NEL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000