Tunggakan Sewa di Rusunawa Rawa Bebek Capai Rp 862 Juta
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Unit Pelayanan Rumah Susun Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, mencatat angka tunggakan sewa rumah susun sewa per Juni 2017 sebesar Rp 862.965.380,00. Sebanyak 519 dari 685 kepala keluarga enggan membayar uang sewa tersebut karena sudah terbebani dengan bayaran listrik dan biaya hidup setiap harinya.
Kepala UPT Rusunawa Rawa Bebek, Nuri Sawitri, menjelaskan, dari total tunggakan tersebut, sebanyak 372 dari 500 KK Bukti Duri, Tebet, Jakarta Selatan, menunggak hingga Rp 644.924.060,00. Adapun 147 dari 185 KK Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, menunggak uang sewa sebanyak Rp 218.041.320,00.
"Ya, bisa 75 persen (dari penghuni) yang nunggak. Rata-rata mereka menunggak 4 bulan, paling lama bisa sampai 11 bulan," tutur Nuri, Selasa (1/8).
Ia mengatakan, para penghuni selalu menjadikan faktor ekonomi sebagai alasan penunggakan uang sewa. Mereka, menurut Nuri, mengaku berpenghasilan rendah karena kehilangan mata pencaharian pasca-penggusuran. "Ya susah juga, paling kami hanya bisa beri peringatan," ujar Nuri.
Peringatan yang dilakukan pihak UPRS Rawa Bebek tersebut berupa peringatan I dan II. Apabila penghuni rusunawa tetap tidak bisa membayar uang sewa, pihak pengelola terpaksa menyegel unitnya.
Pantauan Kompas, sebanyak tiga unit di Gedung Cenderawasih lantai 5 telah disegel dan digembok. Segel terlihat berwarna merah dan ditempel di kaca jendela unit itu. Segel bertuliskan imbauan kepada penghuni unit untuk segera menemui pihak pengelola guna menyelesaikan syarat administrasi. "Jika selama tujuh hari penghuni tidak datang-datang (kepada kami), ya terpaksa kami gembok," ujar Nuri.
Salah satu penghuni di Blok A 308, Nuraini (54), mengatakan, sekitar seminggu yang lalu, unitnya disegel oleh pihak UPRS lantaran terlambat membayar uang sewa. Warga relokasi Pasar Ikan itu mengaku kesulitan membayar uang sewa karena penghasilannya dari berjualan nasi bungkus hanya cukup untuk membeli pulsa listrik dan biaya hidup sehari-hari.
"Sehari paling untung Rp 50 ribu. Jumlah itu tidak cukup untuk bayar sewa. Belum lagi bayar listrik sama air. Paling (bayar sewa) nyicil-nyicil," ungkap Nuraini.
Penghuni lain dari unit A 102, Fitri (43), mengaku kesulitan membayar uang sewa karena suaminya sudah menjadi pengangguran pasca-penggusuran di Pasar Ikan. Saat ini, ia hanya bertahan sebagai buruh cuci dengan penghasilan Rp 25 ribu setiap harinya. "Dulu, saat suami bekerja menjadi nelayan, gampang. Sekarang saya bekerja sendiri. Penghasilan makin kecil," ujarnya. (DD18)