logo Kompas.id
MetropolitanRupa Sekolah soal "Bullying"
Iklan

Rupa Sekolah soal "Bullying"

Oleh
(Antonius Purwanto/ Litbang Kompas)
· 3 menit baca

Kasus perundungan yang melibatkan pelajar jadi tantangan besar upaya perlindungan anak. Berbagai kasus menunjukkan, sekolah tak sepenuhnya menjadi tempat yang aman bagi anak didik. Perundungan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti \'proses, cara, perbuatan merundung\'. Itu bisa diartikan seseorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau mengintimidasi orang yang lebih lemah darinya. Andrew Mellor dalam buku Bullying at School: Advice for Families (1997) menyebut perundungan (bullying) bisa secara fisik, verbal, relasi sosial, dan melalui media elektronik. Motivasinya pun bermacam-macam, seperti menarik perhatian, frustrasi, balas dendam, atau sekadar hiburan.Perundungan seperti pada buku itu nyata di Jakarta medio Juli 2017. Hal itu menimpa SW, siswi SD (12), di pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Awalnya saling ledek korban dan pelaku, berlanjut kekerasan. SW dikeroyok 14 temannya sembari direkam video dan diunggah ke media sosial.April 2016, beredar video perundungan siswa senior terhadap yuniornya di SMA Jakarta. Pelakunya lima siswi kelas XII terhadap empat siswi kelas X. Mereka ingin memberikan teguran kepada yuniornya yang tepergok ke kafe. Tak hanya "dimaki", korban juga "dipaksa" merokok.Berdasarkan kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah tahun 2014, hampir setiap sekolah ada perundungan. Indonesia masuk darurat bullying di sekolah. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan, selama 2011-2016, perundungan yang melibatkan anak sebagai pelaku mencapai 1.483 kasus. Terbanyak di Jabodetabek dan Bandung, 916 kasus (61,7 persen). Korban perundungan di Indonesia pada periode sama 1.174 anak. Dari jumlah itu, 645 anak (55,9 persen) di antaranya di Jabodetabek dan Bandung.Keprihatinan publik terekam dalam jajak pendapat Kompas awal Agustus 2017. Dua dari lima responden khawatir atas kekerasan di sekolah. Hampir 40 persen responden mengakui dirinya atau kerabatnya tahu ada perundungan di sekolah. Sanksi Menyikapi perundungan di sekolah, tiga dari lima responden beranggapan, masalah sebaiknya ditangani internal sekolah. Pihak sekolah, baik wali kelas maupun kepala sekolah, jadi harapan menyelesaikan perundungan. Cara lain, menyelesaikan secara kekeluargaan dengan mempertemukan pelaku dan korban, seperti disampaikan satu dari lima responden. Adapun satu dari 10 responden beranggapan, tak menutup kemungkinan pihak berwajib (polisi) dilibatkan sebagai upaya terakhir. Menyikapi perundungan, tak jarang sekolah mengeluarkan pelaku dari sekolah. Itu diharapkan berefek jera, seperti dinyatakan responden (68,11 persen). Di sisi lain, hampir 30 persen responden menilai mengeluarkan pelaku tidaklah mendidik. Tindakan itu dipandang tak berefek jera bagi pelaku. Terkait sanksi, Ketua Yayasan Semai Jiwa Amini, Diena Haryana, menyatakan, pelaku tak harus dikeluarkan. Guru hingga orangtua bertanggung jawab membimbing pelaku menjadi pribadi positif (Kompas, 24/7).Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempunyai aturan lain bagi pelaku perundungan. Instruksi Gubernur DKI Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Bullying serta Kekerasan di Lingkungan Sekolah menyebut, siswa pelaku bullying tak lagi diberi kesempatan belajar di sekolah negeri. Hal sama diterapkan bagi pelaku dalam kasus perundungan di pusat perbelanjaan Juli lalu. Kesembilan pelaku dikeluarkan dari sekolah karena terbukti melakukan hal itu. Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat juga memerintahkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta mencabut Kartu Jakarta Pintar (Kompas, 19/7).PencegahanKasus perundungan di sekolah sebenarnya tak terlepas dari minimnya pengawasan sekolah terhadap kegiatan siswa. Lebih dari separuh responden menilai upaya sekolah menghentikan dan memutus mata rantai perundungan belum sesuai harapan. Kemdikbud sudah membuat Program Sekolah Aman Anti Kekerasan di lingkungan pendidikan untuk menghentikan perundungan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindakan Kekerasan itu menekankan hak-hak anak (pelaku dan korban) tidak dikorbankan.Kini, saatnya pihak sekolah, keluarga, dan pemerintah membangun komitmen bersama untuk melindungi anak dari perundungan dan mewujudkan sekolah aman anti-kekerasan.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000