logo Kompas.id
MetropolitanWarga DKI Enggan Pakai Mesin...
Iklan

Warga DKI Enggan Pakai Mesin Elektronik

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Tujuan penggunaan terminal parkir elektronik atau mesin parkir meter untuk mengurangi kebocoran penerimaan uang ke kas pemerintah dan menekan pungutan liar belum tercapai. Pengendara yang terbiasa membayarkan biaya parkir kepada petugas masih enggan bertransaksi di mesin parkir tersebut. Mereka lebih memilih membayar biaya parkir secara tunai kepada juru parkir. Di sepanjang Jalan Haji Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/8), misalnya, sejak pukul 13.00 hingga pukul 15.00, banyak kendaraan yang parkir di pinggir jalan tersebut. Namun, sebagian besar pengendara tidak langsung ke mesin parkir elektronik setelah memarkirkan kendaraannya. Justru petugas parkir yang langsung sibuk mencatat setiap nomor kendaraan yang parkir. Mereka lalu melakukan transaksi pembayaran di mesin parkir dengan kartu elektronik semacam e-money. Selanjutnya, pengendara akan membayar tunai sesuai dengan nominal biaya parkir ke juru parkir. Maman (29), petugas parkir di lokasi itu, dibekali saldo kartu prabayar Rp 300.000 per hari. Dengan saldo tersebut, ia gunakan untuk membayar biaya parkir pengendara yang enggan bertransaksi di mesin parkir. "Kebanyakan langsung pergi saja setelah parkir. Jadi, ya, saya yang harus bolak-balik ke mesin buat ambil setruk. Baru pas sudah selesai parkir, mereka bayar cash ke saya," ujarnya.Ia mengaku, tak jarang beberapa kendaraan terlewat untuk didata sehingga tak mendapatkan setruk parkir. "Banyak yang parkir, jadi kadang ada yang kelewatan. Jadi, ya, enggak ada setruk. Tapi, tetap bayar dan saya terima saja (uangnya)," kata Maman.Adi (35), kurir barang, mengatakan lebih diuntungkan setelah adanya mesin parkir ini. "Ada setruknya, jadi bisa di-reimburse ke perusahaan. Kalau dulu, kan, enggak ada buktinya," ucapnya. Meski demikian, ia sendiri lebih sering meminta petugas untuk membayar lebih dahulu biaya parkir motornya. "Buru-buru, jadi lebih praktis saja. Nanti baru diminta setruknya," kata Adi.Di sepanjang Jalan Haji Agus Salim atau yang biasa disebut Jalan Sabang ini, 11 terminal parkir elektronik berada di sisi kanan dan kiri jalan. Tarif layanan parkir yang berlaku Rp 5.000 pada jam pertama dan Rp 5.000 pada jam berikutnya untuk mobil dan untuk sepeda motor Rp 2.000. Sementara untuk bus atau truk Rp 8.000. Pembayaran parkir bisa dilakukan di mesin dengan menggunakan kartu prabayar, seperti E-money (Mandiri), Tapcash (BNI), Brizzi (BRI), Mega Cash (Bank Mega), Flazz (BCA), dan JakCard (Bank DKI).Masih malasMasyarakat yang belum terbiasa menggunakan terminal parkir elektronik lebih memilih menyerahkan pembayaran kepada petugas parkir. Beberapa pengendara merasa, selama masih ada petugas parkir yang berjaga, ia tidak perlu ke mesin untuk membayar parkir. "Setiap saya ke sini, ya, bayarnya ke tukang parkir saja. Mesinnya juga kadang jauh dari mobil," kata Yoyok, karyawan swasta yang biasa makan siang di rumah makan di daerah tersebut.Kondisi serupa ditemukan di kawasan Waduk Pluit, Jakarta Utara. Sebagian pengendara yang parkir di sana tidak melakukan transaksi di terminal mesin parkir. Petugas parkir di lokasi tersebut pun menolak berkomentar tentang hal ini. Padahal, sistem pembayaran itu sudah mulai digalakkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak September 2014. Penerapan terminal parkir elektronik merupakan salah satu upaya revitalisasi sistem perparkiran untuk memudahkan masyarakat bertransaksi, meningkatkan transparansi pendapatan negara, dan mencegah potensi kebocoran kas pemerintah. (DD04/DD15)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000