logo Kompas.id
MetropolitanPTUN Tolak Banding KSTJ
Iklan

PTUN Tolak Banding KSTJ

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menolak permohonan banding Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta untuk mendapatkan kajian komprehensif yang dilakukan Kementerian Koordinator Kemaritiman saat Rizal Ramli memimpin lembaga itu. Sebelumnya, majelis komisioner Komisi Informasi Pusat juga menolak permohonan kajian itu dengan alasan argumen KSTJ kurang kuat. Sidang putusan itu dipimpin oleh Hakim Ketua Bagus Darmawan, hakim anggota M Arief Pratomo dan Nelvi Kristin, serta panitera pengganti Agus Widodo. Sidang putusan hanya dihadiri oleh pihak Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) selaku pemohon. Pihak termohon, yaitu Kemenko Kemaritiman, tidak hadir.Hakim Ketua Bagus Darmawan mengatakan, majelis menolak permohonan keberatan KSTJ terhadap putusan sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP). Putusan banding di PTUN itu justru menguatkan keputusan KIP tanggal 15 Mei 2017. "Menolak permohonan keberatan dari pemohon atau (dalam sidang) dahulu (disebut) pemohon informasi, menguatkan putusan KIP Nomor 050/X/KIP/ KTPS/A/2016 tanggal 15 Mei 2017, dan meminta pemohon informasi membayar biaya perkara Rp 217.000," ujar Bagus. Beberapa pertimbangan majelis hakim adalah menilai jawaban dari KIP sudah tepat, yaitu terkait kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang diminta KSTJ, saat ini masih disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Argumen KSTJ terkait dengan keberadaan kajian komprehensif juga dinilai kurang kuat karena hanya melampirkan pemberitaan media dalam jaringan (daring) sehingga obyek dokumen yang disengketakan menjadi tidak jelas. Selain itu, Kemenko Kemaritiman sudah memberikan rumusan hasil rekomendasi komite bersama reklamasi pantai utara Jakarta beserta aspek sosial dan ekonomi. "Majelis berpendapat bahwa termohon sudah menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)," ujar Arief Pratomo. Setelah membaca salinan resmi putusan dari KIP, majelis menilai Kemenko Kemaritiman sudah memberikan dokumen, yaitu berupa hasil kajian lingkungan, sosial, hukum, rekomendasi yang berisi arahan presiden untuk membentuk komite bersama reklamasi pantura Jakarta, penetapan hasil tahapan analisis kerangka berpikir bersama reklamasi, peta pulau-pulau reklamasi, aktivitas perikanan di Teluk Jakarta, rekomendasi kebijakan lingkungan, teknis, perizinan, dan regulasi. KecewaKSTJ kecewa dengan keputusan majelis hakim PTUN. Marthin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia mengatakan, dokumen yang diberikan Kemenko Kemaritiman tidak sesuai dengan permintaan KSTJ. Dokumen itu hanya terdiri atas sembilan lembar dokumen dalam bentuk Power Point tanpa metodologi yang jelas. Selain itu, pada saat putusan di KIP, ada satu dissenting opinion atau pendapat berbeda dari anggota majelis komisioner. Namun, hal itu tidak berkekuatan hukum karena tidak disertai bukti kuat. "Moratorium dicabut, tetapi selama ini kita tidak pernah tahu kajian yang dibuat. Apakah memang ada rekayasa untuk membuat reklamasi tetap berlanjut?," kata Marthin.Marthin membantah jika argumen terkait keberadaan kajian komprehensif lemah. Ia justru menilai Kemenko Kemaritiman tidak menggunakan metodologi dan pengambilan sampel yang jelas untuk menentukan kebijakan yang berdampak luas terhadap nelayan maupun jutaan warga Jakarta itu. Ia justru mempertanyakan apakah komite bersama yang dibentuk presiden dan terdiri dari berbagai kementerian hanya menghasilkan sembilan lembar dokumen Power Point. "Untuk proyek senilai triliunan reklamasi 17 pulau di pantai utara Jakarta, kenapa pemerintah hanya melakukan kajian sesederhana itu? Kami yakin sebenarnya ada kajian yang lebih komprehensif, tetapi Kemenko Kemaritiman tidak mau membukanya di depan publik," kata Marthin.Terhadap putusan itu, KSTJ juga masih berpikir apakah akan melakukan kasasi ke Mahkamah Agung atau tidak. Mereka berharap MA bisa menelaah lebih lanjut putusan banding di PTUN itu. "Kami akan melihat dulu salinan putusan PTUN. Kami sangat kecewa, apalagi dari pihak Kemenko Kemaritiman tidak datang dan tidak menunjukkan itikad baik mereka," kata Marthin. (DEA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000