logo Kompas.id
MetropolitanDPRD Minta Revisi
Iklan

DPRD Minta Revisi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Komisi C DPRD DKI Jakarta meminta Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI segera merevisi nilai jual obyek pajak Pulau C dan D yang dinilai terlalu rendah. Penetapan NJOP itu dinilai terburu-buru dan tidak tepat karena kedua pulau itu masih dalam status moratorium.Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Santoso mengatakan, nilai jual obyek pajak (NJOP) di Pulau C dan D ditetapkan hanya Rp 3,1 juta per meter persegi. Menurut informasi yang diterima Dewan, NJOP di sekitar area reklamasi di atas Rp 20 juta per meter persegi.Rendahnya NJOP itu berdampak pada Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dibayarkan pengembang, yakni Rp 400 miliar. Sebab, NJOP dipakai sebagai dasar penghitungan BPHTB.Berdasarkan laporan dari masyarakat, menurut Santoso, proses penetapan NJOP itu tergesa-gesa. Tanggal 23 Agustus, Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI yang sudah berkonsultasi dengan tim Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) menyampaikan kepada pengembang tentang NJOP. NJOP ditetapkan rendah karena saat itu status pulau reklamasi masih moratorium. Selain itu, KJPP juga menilai, hamparan tanah di pulau reklamasi tidak memiliki nilai produktif karena tidak boleh ada pembangunan properti."Tanggal 24 Agustus, pengembang membayar BPHTB. Sehari setelahnya, 25 Agustus, sertifikat (hak guna bangunan/HGB) langsung keluar. Itu, kan, aneh," ujar Santoso, Sabtu (23/9).Menurut Santoso, Dewan mencurigai ada unsur kolusi dalam penetapan NJOP. Proses pengurusan sertifikat HGB di atas hak pengelolaan lahan (HPL) paling cepat 14 hari kerja. "Kami sudah meminta KJPP hitung ulang karena memang NJOP ini bisa direvisi setelah sanksi administrasi dan moratorium dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," imbuh Santoso.DirugikanPenetapan NJOP ini juga berkaitan dengan besaran kontribusi tambahan yang nantinya diterima Pemprov DKI setelah aturan soal kontribusi ditetapkan kelak. Selama ini Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta Dewan memasukkan pasal terkait kontribusi ini dengan perhitungan 15 persen x NJOP x area yang dapat dijual (saleable area) di pulau reklamasi. Semakin besar NJOP, nilai kontribusi tambahan yang diperoleh pemerintah akan semakin besar. Kontribusi tambahan dapat digunakan untuk membangun fasilitas publik.Menanggapi hal itu, Gubernur mengatakan, penetapan NJOP yang rendah karena pulau reklamasi sama sekali belum dimanfaatkan dan belum dijual. Sebelum ada aktivitas usaha di tempat itu, Pemprov tidak mau mengenakan pajak yang sangat tinggi."Siapa mau registrasi di sana kalau sudah dikenai pajak yang sangat tinggi saat pulau belum dimanfaatkan?" tanyanya.Menurut Djarot, penetapan pajak tinggi sebelum pengembang memanfaatkan pulau dapat mengganggu iklim investasi. Nantinya, Pemprov akan menerapkan pajak yang berbeda setelah pulau itu dimanfaatkan. Di sisi lain, menurut Djarot, pengembang juga memiliki banyak kewajiban yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Kewajiban itu di antaranya menyediakan ruang terbuka hijau, ruang terbuka biru, fasilitas sosial, dan fasilitas umum. Pengembang juga berkewajiban membangun tanggul NCICD."Kami harus berpikir 20-30 tahun ke depan. Keberadaan tanggul laut itu mutlak mengingat penurunan muka tanah di Jakarta. Kita punya kepentingan jangka panjang," kata Djarot. Djarot sepakat dengan Komisi C bahwa NJOP bisa dikaji ulang dan direvisi. Dewan juga dipersilakan mengecek proses penetapan NJOP itu. (DEA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000