Kuning merah berselang-seling dengan warna cerah lain sukses membuat mata melirik saat melintas di Jalan Penjernihan, Jakarta Pusat.
Secuil pemandangan baru itu tepatnya di Kompleks Rumah Susun Bendungan Hilir. Petak-petak dinding abu-abu kelabu rusun sebagian besar telah menjelma penuh warna. Penampilan rusun berusia sekitar 20 tahun yang sebelumnya suram dan uzur kini terasa lebih muda dan energik.
Kota warna-warni bukan barang anyar di dunia ini. UNESCO menobatkan Guanajuato di Meksiko sebagai salah satu situs warisan budaya dunia. Penyebabnya, kota yang didirikan Spanyol pada abad ke-16 itu hingga kini masih mempertahankan kumpulan bangunan berciri khas arsitektur zaman Barok dan Neoklasik, dengan dinding berwarna-warni pastel nan cantik.
Kota tua serupa ditemukan pula di Havana di Kuba, Vernazza di Cinque Terre-Italia, Wroclaw di Polandia, dan Kopenhagen di Denmark.
Di Amerika Latin, cat mencolok menutup dinding rumah dan bangunan kini sebagai penanda peremajaan kawasan padat penduduk. Masih di Meksiko, ada permukiman padat di perbukitan Las Palmitas di Pachuca yang bertransformasi hasil pulasan para seniman grafiti yang berkolaborasi dengan pemerintah kota setempat. Kota Buenos Aires di Argentina, Valparaiso di Cile, dan Salvador di Brasil pun turut berbenah tak mau kalah molek berkelir.
Cat aneka rona menjadi semacam penegasan tak mau terus berkubang dalam kondisi buruk, kumuh. Bukan berarti hunian padat mesti diratakan diganti gedung menjulang. Berbenah bisa dilakukan atas hunian padat dengan memperbaiki dan menambah fasilitas publik, seperti air bersih, jaringan sanitasi, layanan kesehatan, pendidikan, hingga sistem antisipasi bencana, seperti siaga kebakaran. Sampah dipilah dan diproses. Selain bernilai ekonomi, ini mujarab mendongkrak kebersihan.
Apa yang menjadi tren dunia itu mulai diadopsi di Indonesia. Begitu senangnya publik saat di Malang, Jawa Timur, ada kampung warna-warni Jodipan, juga Kampung Tematik di Kota Semarang, hingga Kampung Wisata Kreatif Sampah Terpadu di Banjar Selaparang, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Gerakan yang sama dilakukan di Kampung Warna Bobotsari, Purbalingga-Jawa Tengah, di Kampung Cibunut, Kebon Pisang di Kota Bandung, hingga Lubuk Linggau Ulu, Lubuk Linggau.
Jakarta tak ketinggalan. Selain di Rusun Bendungan Hilir, ada Kampung Penas Tanggul, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, yang berkomitmen menjadi kampung sehat tanpa asap rokok. Di tepi Cisadane, Kota Tangerang, pun kini ada Kampung Bekelir.
Tentu tidak semua kawasan bisa direvitalisasi dengan cara ini. Setidaknya demam warna-warni menunjukkan eksistensi setiap manusia penghuni dan pembentuk kota yang dinamis, selalu bisa diwadahi. Pemerintah kota bisa mengolaborasinya untuk menunjang pembangunan demi kemajuan kota.
Semoga saja ini bukan sekadar latah. Mengecat sebagai jalan pintas, tanpa membenahi fasilitas publik. Hanya agar tak ketinggalan tren. Hanya agar ikut terkenal menjadi incaran penggila pemasang foto di media sosial berlatar kampung warna-warni.