JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menerima pengaduan dari warga Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, terkait dugaan kekerasan aparat kepolisian kepada para perempuan saat polisi akan memasang papan penanda pada sebidang lahan di daerah setempat. Para perempuan warga Pulau Pari saat itu membentuk pagar betis untuk mencegah pemasangan papan karena merasa ada perampasan lahan yang sudah ditinggali sejak beberapa generasi sebelumnya.
”Kami menerima pengaduan tentang ibu-ibu yang mengalami kekerasan. Mereka mau unjuk rasa dan itu tidak melanggar hukum, tetapi mereka mengalami kekerasan oleh aparat,” ujar Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, Rabu (22/11), di Jakarta.
Pada Senin (20/11), lebih kurang 68 anggota Kepolisian Resor Kepulauan Seribu datang ke Pulau Pari untuk memasang papan pengumuman di sebidang lahan seluas 700 meter persegi. Warga mengetahui tanah tersebut sebagai milik seorang warga Bogor, Surdin, tetapi Pintarso Adijanto, Direktur Utama PT Bumi Pari Asri, mengklaim tanah itu miliknya dengan bukti Sertifikat Hak Milik Nomor 253.
Papan itu berisi informasi bahwa tanah tersebut dalam penyidikan dan pengawasan Satuan Reserse Kriminal Polres Kepulauan Seribu berdasarkan laporan polisi. Pintarso melaporkan Ketua RW 004 Kelurahan Pulau Pari Sulaiman menyerobot lahan yang diklaim miliknya. Sulaiman adalah penjaga penginapan di atas lahan tersebut, bukan pemilik. Namun, ia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 385 juncto Pasal 167 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan tuduhan menyerobot lahan, mendirikan bangunan, dan menyewakan lahan.
Warga yang juga terdiri dari para perempuan sudah berjaga-jaga untuk menghalangi pemasangan papan tersebut. Akibatnya, terjadi saling dorong antara warga dan polisi. Sejumlah warga pun terluka dan harus dirawat di puskesmas.
Salah satu korban yang ikut mengadu ke kantor Komnas Perempuan, Wina Sabenah (53), menuturkan, dada kanannya nyeri karena terkena sikutan polisi. Ia ikut membentuk pagar betis menghalangi pemasangan papan karena ingin membela hak tinggalnya di Pulau Pari. Lahan yang ditempati keluarganya di RT 001 RW 004 saat ini juga diklaim dimiliki Pintarso.
”Tidak ada alasan untuk melakukan kekerasan terhadap warga negara yang tidak melakukan kesalahan, apalagi mereka seorang ibu,” ucap Mariana. Komnas Perempuan akan memberikan imbauan terkait masalah tersebut, tetapi Komnas Perempuan masih akan membicarakan bentuk imbauan yang akan diberikan.