Penegakan Perda Lemah
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia meminta Satuan Polisi Pamong Praja DKI menegakkan peraturan daerah terkait pengaturan pedagang kaki lima. Berdasarkan investigasi tertutup, Ombudsman menemukan fakta lemahnya fungsi satpol PP dalam menjalankan tugasnya.
Tim Ombudsman melakukan investigasi pada 9-10 Agustus 2017 di Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tebet, Pasar Tanah Abang, Wilayah Kecamatan Setiabudi, dan sekitar Mal Ambasador. Ditemukan fakta, satpol PP sebagai aparatur negara berada di lapangan dan memantau langsung, tetapi tidak menindak PKL yang berjualan bukan pada tempatnya.
Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala mengatakan, ombudsman telah membuat kajian berdasarkan investigasi di lapangan dan menyampaikannya kepada pihak satpol PP, Kamis (2/11). "Setelah pertemuan, kami memantau di lapangan lagi tiga minggu, tetapi tak ada perbaikan sedikit pun," katanya, yang ditemui di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (29/11).
Sesuai Pasal 25 Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007, setiap orang atau badan dilarang berdagang, berusaha di bagian jalan/trotoar, halte, jembatan penyeberangan, dan tempat umum di luar dari ketentuan yang ditetapkan.
Dalam hal ini sesuai fungsi dan tugasnya dalam Pasal 5 PP No 6/2010, satpol PP berfungsi menegakkan perda dan ketentuan kepala daerah. Pengabaian kewajiban oleh oknum satpol PP menunjukkan oknum itu tidak menjalankan tugas dan fungsinya.
Dalam rangka menjaga ketertiban umum, satpol PP secara berkala, rutin, dan berkesinambungan harus merazia atau patroli di tempat pengendalian dan pengawasan ketertiban umum. Itu sesuai Pasal 33 Pergub No 221/2009. "Tetapi, faktanya, terjadi tindakan pengabaian oleh satpol PP sehingga tidak sesuai peraturan itu," kata Adrianus.
Salah gunakan wewenang
Tim Ombudsman juga menemukan penyalahgunaan wewenang oknum satpol PP dengan memfasilitasi PKL berjualan pada tempat bukan peruntukannya, yaitu menarik insentif dan mengizinkan pedagang berjualan. Padahal, satpol PP punya wewenang menegakkan perda berupa penataan PKL.
Adapun instansi yang seharusnya berwenang menata PKL adalah dinas UMKM melalui camat dan lurah. Status satpol PP yang adalah pegawai negeri sipil juga diatur dalam PP No 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Setiap PNS dilarang menyalahgunakan wewenang.
Saat ini, kata Adrianaus, Ombudsman masih dalam tahap memberi saran ke satpol PP. "Jika sudah masuk tahap rekomendasi, sifatnya wajib," katanya.
Kepala Satpol PP DKI Yani Wahyu mengatakan, satpol PP tak alergi dengan saran dan kritik yang membangun. "Kami telah menekankan kepada seluruh jajaran agar bekerja baik dan tidak bermain-main di lapangan," katanya, ditemui di Balai Kota.
Yani selalu menekankan seluruh jajaran agar tak melanggar aturan, karena fungsi satpol PP menegakkan aturan. Jika hasil investigasi ombudsman bisa dibuktikan sesuai di lapangan, ia akan kembalikan lagi ke aturan.
Terkait permasalahan di Pasar Tanah Abang, satpol PP sedang menahan diri. Yani menjelaskan, jajarannya sedang memikirkan solusi penertiban secara humanis. "Jika kami tegas, akan terjadi bentrokan," katanya.
Ketua Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional Ariani Soekanwo mengatakan, perlu sosialisasi dan pemahaman pada PKL tentang fungsi jalur pejalan kaki. Ia berharap PKL memahami fungsi jalur ubin di trotoar bagi kaum disabilitas, khususnya bagi penyandang tunanetra. (DD08)