JAKARTA, KOMPAS — Distribusi hibah dana Rp 400 miliar untuk guru honorer di sekolah swasta DKI Jakarta dikhawatirkan tidak merata. Mekanisme penyaluran dana itu disorot sejumlah organisasi profesi guru karena dikhawatirkan hanya untuk sebagian guru dari organisasi yang mengajukan proposal.
Sorotan itu diajukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dan Serikat Guru Jakarta, menyusul persetujuan atas proposal dana hibah Rp 360 miliar untuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Rp 40,2 miliar untuk Himpunan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi).
Menurut Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susie Nurhati, Minggu (3/12), jumlah guru honorer swasta di Ibu Kota dari Data Pokok Pendidik (Dapodik) sekitar 61.000 orang. Anggaran dana hibah Rp 400 miliar itu ditargetkan untuk semua guru honorer swasta yang telah diverifikasi keberadaannya. Guru-guru itu akan menerima honor Rp 500.000 per bulan.
”Pemberian tunjangan untuk kesejahteraan guru honorer swasta di Jakarta melalui PGRI dan Himpaudi adalah hal yang berpotensi melanggar peraturan perundangan,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam jumpa pers menyoroti dana hibah itu. Meskipun begitu, upaya meningkatkan kesejahteraan guru honorer swasta itu diapresiasi.
Rezandi, guru honorer di sebuah sekolah swasta, mengatakan, banyak guru honorer harus bekerja di beberapa sekolah sekaligus untuk memperoleh penghasilan mencukupi. Ia sendiri bekerja di dua sekolah. Di SMK Tunas Harapan, ia mendapat penghasilan Rp 700.000 untuk 16 jam kerja per minggu dan di SMK Satya Bhakti hampir Rp 2 juta untuk 25 jam kerja per minggu.
Kewenangan
Sesuai dengan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kewenangan organisasi profesi guru tidak termasuk penyaluran dana hibah. Penyaluran hibah tunjangan untuk guru honorer swasta melalui organisasi profesi guru dinilai bertentangan dengan UU Guru dan Dosen itu.
”Guru-guru yang bukan anggota PGRI dan Himpaudi berpotensi tidak memperoleh tunjangan itu. Padahal, ada banyak guru honorer swasta di Jakarta yang bukan anggota kedua organisasi itu,” ujar Wakil Sekjen FSGI Satriwan Salim.
Selain PGRI dan Himpaudi, ada organisasi profesi guru lain, seperti FSGI, IGI, FGH, PGSI, dan Pergunu. Kebijakan hibah itu, kata Satriwan, berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi.
Menanggapi itu, Susie mengatakan, mekanisme penyaluran dana masih akan dibahas dan diurus Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD). Dinas pendidikan hanya bertindak sebagai koordinator data.
Dalam berita Kompas (29/11), kesejahteraan guru-guru pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan visi dan misi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Himpaudi merupakan salah satu lembaga pemohon hibah yang direkomendasikan Disdik DKI karena tidak ada lembaga lain yang mengusulkan hibah honor bagi guru-guru PAUD.
Heru mengatakan, pihaknya mendukung peningkatan penghasilan guru honorer swasta. Namun, mekanisme penyaluran dana itu juga harus dilakukan dengan tepat sehingga tidak hanya sebagian guru yang memperolehnya. (DD07)