Difteri Bayangi Jabodetabek
JAKARTA, KOMPAS — Warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dikepung difteri. Puluhan orang, terutama anak-anak dan remaja, beberapa pekan terakhir dirawat di rumah sakit. Sebagian masih terduga, satu meninggal di Kota Depok dan empat di Kabupaten Tangerang.
Di Jakarta, sejumlah pasien dirawat di RSPI Sulianti Saroso, RS Pelni, dan RSUD Kembangan. "Selama 2017, ada 22 pasien dirawat," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto, Selasa (5/12).
Di Jakarta Barat saja, hingga kemarin tujuh pasien dinyatakan positif difteri, dari 13 yang diperiksa. Lima di antaranya dirawat di RS Pelni.
Jumlah penderita masih bisa berubah. "Pemeriksaan belum final," kata Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat Weningtyas.
Difteri merupakan penyakit infeksi di tenggorokan dan hidung disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae. Infeksi itu membentuk selaput tebal di tenggorokan yang membuat penderitanya sulit bernapas.
Gejalanya demam sedang (di bawah 38 derajat celsius), lesu, anoreksia (enggan makan), pilek, dan napas sesak serta berbunyi (stridor). Penderita juga akan merasa sakit ketika menelan dan leher membengkak.
"Penanganan penyakit ini tidak boleh terlambat, yaitu dengan pemberian vaksin Anti-Difteri Serum (ADS)," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bekasi Dezi Syukrawati. Tahun 2017, semua penderita difteri di Kota Bekasi tertangani, sebanyak 12 orang.
Satu meninggal
Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Lies Karmawati mengatakan, sejauh ini sudah ditemukan 13 kasus terduga difteri. Satu di antaranya dinyatakan positif difteri dan penderitanya meninggal.
"Untuk yang lain, hingga kini kami masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium mengenai positif tidaknya," katanya. Sebagian besar penderita adalah anak-anak, tetapi ada juga seorang ibu yang tertular anaknya.
Di Tangerang, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) penyakit difteri di wilayahnya sejak 3 November 2017. Penetapan status KLB, setelah Kepala Dinas Kesehatan melaporkan bahwa 31 Oktober 2017 telah terjadi 12 kasus difteri, empat pasien meninggal.
Saat itu, kasus difteri terjadi di delapan desa di enam kecamatan se-Kabupaten Tangerang. Hingga kini, status itu belum dicabut karena masih bisa menular dan mematikan.
"Mudah-mudahan tak ada lagi kasus baru sehingga status ini bisa dicabut lagi," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Desriana Denirdiana. Kasus itu tersebar di Kecamatan Telug Naga, Kosambi, Kelapa Dua, Balaraja, Kresek, Curug, dan Rajeg.
Mudah-mudahan tak ada lagi kasus baru sehingga status ini bisa dicabut lagi.
Di Kota Tangerang, tujuh kasus difteri sudah dinyatakan tuntas. Tidak ada lagi kasus sama yang ditemukan di sana. Para pasien sudah sembul total.
Pemberian status KLB dalam rangka pencegahan, penanggulangan, dan mengantisipasi meningkatnya kasus. Diperlukan upaya penanggulangan tepat, cepat, terpadu, dan terorganisasi demi mencegah lonjakan kasus yang sebenarnya bisa dicegah tersebut.
Imunisasi
Sejauh ini, pencegahan difteri efektif melalui imunisasi. Para terduga difteri tercatat tidak jelas riwayat imunisasinya atau tidak lengkap, yang membuat kekebalan tubuh anak tidak sempurna.
"Cara mencegah agar tidak terkena difteri, ya, imunisasi," ujar Lies Karmawati. Di Depok sempat terjadi penolakan imunisasi terutama tahun 2016.
Kini, penolakan masih terjadi di sejumlah tempat di Kota Bekasi. "Ada yang masih memandang vaksinasi sebagai sesuatu yang haram," kata Dezi Syukrawati.
Ada yang masih memandang vaksinasi sebagai sesuatu yang haram.
Sejak 2014, jumlah kasus difteri di Kota Bekasi terus meningkat. Tahun ini 12 kasus, sebelumnya empat kasus.
Melihat riwayat imunisasi 31 kasus pasien difteri yang dirawat di RSUD Kabupaten Tangerang, dua di antaranya sudah diimunisasi lengkap. Sisanya belum lengkap atau lupa.
Sebanyak dua, dari 31 pasien difteri yang dirawat di rumah sakit itu, sudah mendapat imunisasi sebelumnya. Riwayat imunisasi pasien lain, menurut Napsien, belum lengkap karena pasien ataupun keluarganya tidak tahu atau lupa.
Pasien difteri di sana muncul medio Agustus 2017, ketika itu satu anak balita meninggal. "Sebelumnya, difteri jarang," kata Koordinator Humas RSUD Kabupaten Tangerang Liliek Kholidah.
Menurut Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi, cakupan imunisasi difteri, pertusis, tetanus (DPT)/difteri-tetanus (DT) di atas 90 persen. Berdasarkan data, 60 persen kasus difteri setahun terakhir, ternyata tak pernah diimunisasi (Kompas, 4/12).
(HLN/UTI/WIN/PIN/DD08/DD07)