logo Kompas.id
MetropolitanBerawal dari Demam, Berakhir...
Iklan

Berawal dari Demam, Berakhir pada Kematian

Oleh
· 3 menit baca

Tina (32) belum dapat melepas kepergian anaknya, Dila (6) yang meninggal karena penyakit difteri. Matanya terus berkaca-kaca ketika teringat mendiang putri sulungnya."Saya tidak tahan kalau harus mengingat anak saya yang sudah tiada," tutur Tina ketika ditemui di rumahnya di Cilodong, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12). Ia berusaha melupakan semua kenangan indah saat melihat senyum ceria dari Dila.Akhir Juli, Dila mengeluh panas. Menurut Tina, panas Dila tidak begitu tinggi, hanya 37 derajat celsius. Ia mengira, putrinya demam biasa. Tetapi, ketika diberikan obat, panas Dila tidak kunjung berkurang.Saat Tina melihat kerongkongan Dila, ia melihat amandel Dila membesar dan ada bercak warna putih. Namun, karena Dila memiliki riwayat sakit amandel sejak umur empat tahun, Tina belum begitu khawatir. Dila mengeluh pusing saat hendak berangkat sekolah. Tubuh bocah ini lemas. Tina menceritakan, dari hidung Dila, terus keluar ingus. Karena risi, Dila pun mengusap hingga kulit di atas bibirnya terluka.Melihat hal itu, Tina dan suaminya, Anto (35), membawa putrinya ke klinik terdekat. Dokter klinik menganjurkan Dila ke Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah Depok, lantaran di klinik tidak ada dokter penyakit dalam. Mereka pun membawa Dila pulang ke rumah. Pada Rabu (2/8) pukul 08.00, mereka membawa Dila ke Rumah Sakit Sentra Medika Depok. Di situ, Dila dinyatakan menderita difteri. Dila pun dirujuk ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara.Di RSPI, Dila langsung dirawat di unit perawatan intensif (ICU). Pada Rabu (9/8), Dila kejang-kejang dan jantungnya sempat berhenti. Berkat penanganan dokter, Dila sadar lagi. Keesokan harinya, Dila kembali kritis dan pukul 15.00, ia meninggal. Dila dimakamkan di kampung halaman ayahnya di Langsa, Aceh.Sulit menelanSelama di RSPI, Dila sering kesulitan menelan makanan karena pseudomembran warna putih keabu-abuan telah memenuhi mulut hingga tenggorokannya. Itu dikarenakan kuman Corynebacterium diphtheriae.Tina terus membujuk Dila agar makan. Ia menceritakan, Dila berusaha makan roti sambil menahan sakit.Dila sempat mengeluarkan pseudomembran warna hitam. Dokter mengatakan, hal itu pertanda baik. Jika pseudomembran tertelan, akan sulit dikeluarkan dan dapat merusak semua organ tubuhnya. Dokter meminta Tina tidak menyentuh pseudomembran karena dapat menular. Tina menuturkan, dokter menyebutkan, Dila tidak tertolong karena kuman Corynebacterium diphtheriae telah menyebar di ginjal, batang otak, dan paru-paru. "Meskipun hanya sedikit, tetap berbahaya," ujarnya.Tina menceritakan, sebelum Dila menderita difteri, ia tidak memvaksin kedua anaknya karena alasan keyakinannya.Akan tetapi, semenjak kematian Dila, Tina pun berubah pikiran. Ia segera memberikan imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) pada putri bungsunya, Zahra (3). "Saya ingin memberikan yang terbaik untuk anak saya yang masih sehat," kata Tina. (DD08)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000