Odong-odong
Kehadirannya paling dinanti anak-anak di kompleks perumahan atau perkampungan Jakarta dan sekitarnya. Warna dan bentuknya unik, kadang-kadang dibuat lucu, mirip kereta api atau apa saja.
Kendaraan seperti itu biasa mengangkut anak-anak keliling kampung atau kompleks untuk bermain mengisi waktu. Beberapa di antaranya dilengkapi dengan alat pengeras suara, lengkap dengan musik atau lagu anak-anak. Dengan membayar recehan Rp 2.000, mereka bisa keliling dan bergembira. Tak jarang, si ibu atau pengasuhnya menemani anak duduk bareng.
Entah kapan dan bagaimana asal-usulnya, beberapa tahun belakangan kendaraan yang disebut odong-odong itu lazim berkeliaran. Biasanya, odong-odong itu berasal dari kendaraan roda empat butut, tetapi dimodifikasi seadanya. Bangku penumpang berhadap-hadapan.
Odong-odong kini juga jadi alat transportasi. Di kawasan Jatinegara Barat, Jakarta Timur, misalnya, si odong-odong ini malah menjadi alat transportasi bagi warga penghuni rumah susun. Odong-odong itu biasa mengantar ibu-ibu untuk belanja ke pasar. Walaupun bebas berkeliaran dan mengangkut penumpang, jangan berharap kendaraan tersebut berizin atau memenuhi syarat keamanan penumpangnya.
Odong-odong mengingatkan pada angkutan sekelas mikrolet. Warga Jakarta yang terkenal pemalas jalan kaki, bisa menggunakan angkot ini untuk jarak beberapa ratus meter saja. Jangan harap ada ketepatan waktu tempuh, karena sopir angkot ini biasa menunggu, mengetem penumpang di setiap gang. Sopir atau calo penumpang pun sabar menanti siapa saja yang sedang berjalan kaki di ujung gang dan menawari naik angkotnya.
Baru-baru ini tersiar usulan Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan yang akan dikaji oleh Dinas Perhubungan DKI terkait angkot ini. Kursi-kursi angkot yang selama ini berhadapan akan diubah menjadi menghadap ke depan. Kekhasan kursi angkot yang berhadap-hadapan itu akan diubah seperti kendaraan pribadi atau kendaraan seven seaters. ”Kita ingin memanusiakan penumpang. Salah satunya adalah forward facing (kursi menghadap ke depan),” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga S Uno.
Keberadaan angkot di Ibu Kota sudah lama seperti menjadi hal belum selesai dalam penataan sistem angkutan umum. Angkot umumnya dimiliki pengusaha perseorangan dan pengelolaannya bukan atas dasar jasa layanan transportasi, tetapi murni usaha mencari untung. Itu adalah satu dari sederet masalah yang belum bisa diatasi. Jumlah mikrolet di 2015 hampir 3.000 unit.
Wacana perubahan posisi kursi angkot ini bagian dari program OK Otrip (”One Trip One Karcis”) yang sejak awal menjadi bahan kampanye Anies Baswedan dan Sandiaga S Uno. Kebijakan ini untuk menyediakan transportasi umum murah dan mengefektifkan lalu lintas angkutan jalan. Selain akan mempersempit trayek angkutan umum dan mengintegrasikan semua angkutan dari bus besar hingga mikrolet. Dengan Rp 5000, setiap orang bisa berganti aneka moda untuk perjalanan maksimal 3 jam.
Sebuah rencana yang membutuhkan upaya keras dan konsisten, setidaknya untuk membedakan angkot di Ibu Kota bukanlah sekadar odong-odong.