Mesin Sulit Dipakai sampai Imbalan Dipotong
Saat ini, tujuh terminal parkir elektronik (TPE) di Jalan Pegambiran masih berfungsi dan dikelola oleh Dinas Perhubungan. Dengan TPE, juru parkir wajib memenuhi target Rp 200.000 atau 40 mobil. Jika kurang, penghasilan per bulan mereka akan dipotong.
Selain memenuhi target tersebut, Khusnul juga harus menyetorkan sebagian penghasilannya untuk pemilik lahan parkir. Dalam sebulan, ia menerima Rp 1,5 juta.
Anwar (22), juru parkir di Jalan Pegambiran, hanya menggunakan TPE untuk mobil, yaitu Rp 5.000 per jam dan gerobak pedagang Rp 10.000 per malam. Untuk motor, truk, dan mobil boks, Anwar tidak memakai TPE. Motor dikenai Rp 2.000, truk Rp 8.000, dan mobil boks Rp 8.000 sekali parkir. Pemasukan dari ketiga jenis kendaraan ini, ia setorkan kepada pemilik lahan parkir.
”Dinas Perhubungan dan pemilik lahan sudah ada perjanjian mengenai setoran tersebut,” kata Anwar yang mendapat imbalan Rp 3,4 juta per bulan. Jika tidak memenuhi target, gajinya akan terpotong sebesar Rp 200.000-Rp 300.000.
Di Jalan Boulevard Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 87 mesin TPE tidak beroperasi lagi sejak 4 Desember, terkait berakhirnya kontrak kerja antara PT Mata Biru dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Saat ini, parkir di jalan ini menggunakan karcis. Setiap mobil dikenai tarif Rp 5.000, sedangkan motor Rp 2.000.
Muhammad (37), juru parkir di Jalan Boulevard Raya, lebih memilih memakai karcis yang ditetapkan Dinas Perhubungan. ”Ketika pakai TPE, saya harus menyetorkan Rp 200.000, sedangkan sekarang (dengan karcis) hanya Rp 100.000,” katanya.
Ketika menggunakan TPE, dalam sebulan Muhammad mendapatkan imbalan Rp 2,7 juta, dipotong Rp 100.000 untuk BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Sekarang, dalam sehari, ia mendapatkan pemasukan minimal Rp 100.000.
Andi (37), pengguna parkir, setuju dengan TPE karena tertib dan teratur. ”Juru parkir tidak akan menarik biaya parkir sesuai kehendaknya sendiri,” ujar warga Kelapa Gading ini.
Pendapat lain dikatakan Okky Hartanto (24), warga Rawamangun, Jakarta Timur. Ia lebih suka menggunakan karcis karena lebih cepat prosesnya dan tidak perlu kartu uang elektronik. ”Terkadang mesin TPE sulit dioperasikan karena rusak.”
Kepala Unit Pengelola Perparkiran DKI Jakarta Tiodor Sianturi, Selasa, mengatakan, beragam upaya dilakukan guna meminimalkan kekurangan sistem parkir elektronik. Kerusakan ataupun kekeliruan masih terjadi, tetapi tak sampai 1 persen dari total transaksi. Kesalahan paling banyak terjadi adalah kartu uang elektronik dari salah satu bank yang memotong tarif ganda. Kadang kartu ini tak berfungsi.
Terkait juru parkir yang menyetor kepada ”pemilik” lahan parkir, Tiodor memastikan TPE Dinas Perhubungan tak berada di lahan pribadi sehingga tak seharusnya juru parkir membayar kepada pemilik. Namun, sejumlah lahan, terutama di Jakarta Timur, diklaim pihak tertentu sebagai kawasannya. Orang yang mengklaim meminta setoran dari juru parkir. (DD08/IRE)