JAKARTA, KOMPAS — Ahli gizi menyarankan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak menyubsidi pembelian susu dalam program pangan murah 2018. Sebab, susu berisiko tinggi bagi kesehatan serta berbiaya mahal.
”Daging, ayam, telur, dan ikan (dalam program pangan murah) sudah sangat cukup,” tutur Guru Besar (Emeritus) Bidang Gizi Institut Pertanian Bogor Soekirman, Jumat (15/12) di Jakarta.
Pemprov DKI berencana menambah jenis pangan yang pembeliannya disubsidi, khusus bagi warga kurang mampu pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus, penduduk lanjut usia, penyandang disabilitas, penghuni rumah susun, petugas penanganan prasarana dan sarana umum, serta karyawan berpenghasilan upah minimum provinsi. Subsidi bersumber dari APBD.
Saat ini, bahan pangan yang bisa dibeli 1 kg daging sapi, 1 kg daging ayam, 15 butir telur, dan 5 kg beras per bulan. Tahun depan, bahan pangan itu akan ditambah 1 kg ikan dan 1 liter susu. Untuk kebutuhan itu, pemprov menganggarkan Rp 885 miliar.
Gubernur DKI Anies Baswedan mengatakan, ikan dan susu ditambahkan mengingat generasi muda butuh asupan protein yang baik. Susu dan ikan itu ditujukan untuk masyarakat yang kurang mampu, anak-anak, serta generasi muda.
Terkait itu, Soekirman mengingatkan, konsumsi susu belum tentu membuat gizi anak lebih baik. Ia membandingkan kondisi anak balita Indonesia dan India yang mengalami tubuh pendek atau stunting.
Berdasarkan Pemantauan Status Gizi tahun 2015 oleh Kementerian Kesehatan, 29 persen anak balita Indonesia masuk kategori pendek. Data lain menunjukkan, konsumsi susu di Indonesia juga sangat rendah, yakni masih 12 kg per kapita per tahun.
Konsumsi susu di India jauh lebih tinggi, yakni 51 kg per kapita per tahun. Namun, kondisi gizi anak di India tidak lebih baik dari Indonesia. Data Program PBB untuk Anak-anak (UNICEF) India, 38 persen anak balita di sana bertubuh pendek.
Soekirman menambahkan, dibanding sumber protein hewani lainnya, susu lebih berisiko. Sebagian besar orang Asia, termasuk Indonesia, punya masalah intoleransi laktosa yang berarti usus tidak bisa mencerna karbohidrat dalam susu bernama laktosa karena alat pencernaan tidak memproduksi enzim laktase. Itu bisa berujung pada perut kembung dan diare.
Susu lebih rentan tercemar kuman akibat sanitasi lingkungan yang buruk. Selain itu, harga susu tergolong mahal. Harga setiap gram protein susu adalah Rp 450, sedangkan harga protein telur Rp 155 per gram.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Darjamuni mengatakan, semua sudah ada kajiannya.