Tenda di Tanah Abang untuk Siapa?
”Saya sebagai ketua RW jadi merasa kesalahan terus jadinya. Dua hari pertama itu, setiap ketemu warga, tenda saja yang ditanyain,” kata Saudi, Ketua RW 004 Kelurahan Tanah Abang, menanggapi pro dan kontra warganya soal pembagian tenda.
Saudi mengatakan, sejumlah warga tidak puas dengan pembagian jatah tenda. Ada warga yang ingin memperoleh kesempatan sama seperti tetangganya untuk berjualan di jalan. Warga lain tak puas karena merasa sebagai pedagang, tetapi tak terdata. ”Bisa jadi dia sedang tak jualan sewaktu pendataan dilakukan,” kata Saudi.
Mus (45), pedagang makanan yang masih berjualan di trotoar di Tanah Abang menyatakan, dirinya berjualan di sekitar Stasiun Tanah Abang sejak belasan tahun lalu. Namun, ia ditolak saat mendaftar untuk memperoleh tenda. Alasan yang ia terima karena kartu tanda penduduknya masih warga Klaten, Jawa Tengah. Karena tak memperoleh jatah tenda, ia akhirnya nekat tetap berjualan di trotoar.
”Kami ini sudah jualan sejak jualan masih boleh di dalam stasiun. Terus ada peraturan baru tidak boleh lagi jualan di dalam, lalu pindah jualan di luar sini. Sekarang malah tidak dikasih tenda,” katanya.
Ia kesal karena katanya justru orang-orang yang selama ini tidak jualan di trotoar yang memperoleh tenda. ”Ini banyak yang dapat tenda belum pernah saya lihat sebelumnya. Kalau dia memang jualan di trotoar sini, pasti saya tahu. Mereka ini dari mana, kok, malah dapat tenda?” katanya.
Para pedagang kaki lima (PKL) itu beranggapan pembagian undian tenda tidak adil. Asih (45), PKL makanan dan minuman di depan Pasar Blok G, mengatakan, sejumlah temannya masih berjualan di trotoar karena tidak kebagian tenda. Sebagian besar pedagang yang mendapat tenda juga sudah memiliki toko di dalam pasar.
Dalam kunjungan ke Tanah Abang, Selasa (26/12), Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan, para pedagang yang masih meminta tenda pada hari kelima penutupan jalan Jalan Jatibaru Raya itu sebelumnya tidak berjualan di Tanah Abang, tetapi berjualan di tempat lain.
Sandi mengatakan itu menjawab PKL yang berusaha meminta jatah tenda kepadanya, sembari ditemani anggota DPRD DKI Jakarta, Abraham Lunggana atau Haji Lulung, yang juga tokoh di kawasan Tanah Abang.
Kepala Suku Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Perdagangan (KUMKMP) Jakarta Pusat Bangun Richard Hutagalung mengatakan, pendataan PKL di trotoar di seberang Stasiun Tanah Abang dilakukan 9 Desember. Hasilnya terdata 372 PKL. Sebanyak 116 PKL memiliki KTP Jakarta dan 278 PKL ber-KTP dari luar DKI Jakarta.
Ia menyangkal tenda hanya untuk warga ber-KTP DKI. Katanya, semua PKL yang selama ini berjualan di trotoar di Jalan Jatibaru bisa memperoleh jatah tenda, baik ber-KTP DKI maupun bukan. Pendataan untuk memperoleh tenda itu dilakukan dengan pendaftaran di Kantor Kecamatan Tanah Abang, pekan lalu. Verifikasi dilakukan oleh para tokoh masyarakat setempat, ketua RT dan RW, serta lurah.
Menurut Bangun, pendataan dan pembagian tenda di Jalan Jatibaru Raya kini sudah ditutup. Permintaan orang-orang yang masih ingin mendapat tenda ditolak. Ia mengatakan, yang sekarang meminta tenda itu PKL di luar Tanah Abang, sebagian dari Jalan Cideng. ”Kalau dituruti, semua bisa minta,” katanya.
Kini ke-372 tenda sudah ada nama pemiliknya dan diresmikan Gubernur Anies Baswedan. Evaluasi penataan Tanah Abang akan dilakukan dalam 1,5 bulan ke depan.
Tetap okupasi trotoar
Pemindahan PKL ke tenda di badan jalan raya terbukti tidak mengubah kebiasaan PKL. Sabtu (23/12), sejumlah PKL memenuhi trotoar dekat pintu masuk stasiun ketika petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) tidak berjaga.
Seorang pedagang menutup akses bus transjakarta dengan memarkirkan kendaraannya di jalan raya. Ia berdalih, waktu operasional bus telah habis, padahal baru pukul 17.45.
Agus (41), pedagang cilok asal Garut, bertahan berjualan dengan gerobaknya di trotoar karena ingin mencari tempat yang ramai. ”Saya tidak mau pindah ke tenda karena akan sedikit pembeli yang datang,” ujarnya.
Agus menuturkan, tidak ada orang yang melarangnya berjualan di trotoar dekat Stasiun Tanah Abang. Bahkan, di tempat tersebut hingga kini masih ada pungutan liar. ”Kadang ada yang minta Rp 2.000 dan jumlahnya lebih dari satu orang,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, kondisi di Tanah Abang kini bisa menimbulkan masalah baru. ”Perlahan, jumlah PKL di Jatibaru akan bertambah, situasi tambah semrawut,” katanya.
Para pemilik kios di Jatibaru bisa cemburu dan terbukti dengan banyaknya pemilik kios yang menaruh dagangannya di trotoar depan kiosnya, seperti ditemukan Kepala Satpol PP DKI Jakarta Yani Wahyu Purwoko saat meninjau Tanah Abang pada Minggu (24/12) lalu. (IRENE SARWINDANINGRUM/ DD08)