JAKARTA, KOMPAS — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Jumat (12/1), memastikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menerima surat resmi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional terkait penolakan pembatalan hak guna bangunan di pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Meski begitu, Pemprov DKI tetap akan menempuh cara lain sambil mengkaji surat dari BPN itu.
”Sudah. Tadi malam surat resmi kami terima. Malam kami pelajari, pagi ini juga kami pelajari,” kata Anies.
Setelah dipelajari, kata Anies, banyak item yang menurut pandangannya bisa dibatalkan. ”Setelah dipelajari, kami memiliki argumen bahwa kalau ada cacat administrasi, sebenarnya bisa itu dibatalkan. Ya, nanti kami akan menyiapkan langkah berikutnya,” ujarnya.
Saat ditanya item apa saja yang dinilai bisa dibatalkan, Anies menjawab, ”Nanti.”
Lalu saat ditanya tentang langkah apa yang akan ditempuh DKI, apakah lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Anies menjawab, sebenarnya ada peraturan menteri yang membolehkan. ”Jadi itu bisa dipakai. Kalau itu bisa dipakai, kenapa lewat PTUN. Memang sah-sah saja. Semua bisa lewat PTUN. Tetapi, itu bukan satu-satunya. Kalau memang ada instrumen lain, kenapa instrumen tersebut tidak dipakai. Kan, ada peraturannya,” kata Anies tanpa menyebutkan peraturan apa dari kementerian mana.
Hentikan reklamasi
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menambahkan, surat dari BPN tengah dikaji oleh tim hukum. ”Kami sebenarnya tak ingin gaduh, tetapi kami ingin memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dunia usaha bahwa kami sampaikan kami akan hentikan reklamasi dan ini kepastian daripada janji kerja kami. Jadi salah satunya adalah pembatalan HGB (hak guna bangunan),” ujar Sandi.
Upaya itu, ujar Sandi, menunjukkan dirinya dan Anies serius. ”Bahwa kami tidak main-main menghentikan reklamasi ini. Kami akan jawab surat ini,” kata Sandi.
Tanggapan Anies dan Sandi merupakan buntut penolakan BPN. Sebelumnya, Gubernur Anies meminta semua dokumen terkait reklamasi yang pernah dikirim Pemprov DKI Jakarta ditarik. Dia juga meminta semua HGB dibatalkan. Namun, permintaan Anies supaya BPN membatalkan semua HGB pihak ketiga di seluruh pulau reklamasi, yaitu di Pulau C, D, dan G, dinilai tak mungkin dilakukan BPN. Kendati demikian, Pemprov DKI dapat menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara apabila tidak sependapat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Rabu lalu, di Jakarta menjelaskan, penerbitan HGB di atas hak pengelolaan (HPL) Pulau D dilaksanakan atas permintaan Pemprov DKI. Ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku juga sudah terpenuhi. Oleh karena itu, penerbitan HGB tersebut tidak dapat dibatalkan dan dapat diterapkan sebelum dibuktikan dan dinyatakan sebaliknya oleh hakim yang berwenang (asas presumptio justae causa).
Selain itu, korespondensi yang dikirimkan Gubernur DKI dan jajaran kepada BPN dinilai tidak bersifat nonretroaktif. Jadi, apa yang sudah ada tak dapat dibatalkan secara sepihak. Sebab, apabila asas nonretroaktif diterapkan, akan timbul ketidakpastian hukum.
”Pembatalan HGB adalah permintaan Pemprov DKI dan sesuai peraturan yang berlaku. Ini tidak bisa kami batalkan karena jika dibatalkan, menciptakan ketidakpastian hukum. Dan yang telah dikeluarkan itu sah sesuai dengan hukum pertanahan,” tutur Sofyan.
Gubernur DKI yang menjabat saat ini pun tak bisa semaunya membatalkan apa yang sudah ada. HGB sudah ditetapkan di atas HPL. Kalaupun ada peralihan, harus atas pemegang HGB Muara Kamal.
Saat ini di Pulau C sudah diterbitkan sertifikat HPL tertanggal 18 Agustus 2017 dengan Na 46/Kamal Muara seluas 1.093.580 meter persegi atas nama Pemda DKI Jakarta. Adapun Pulau G belum ada penerbitan HPL ataupun HGB.(HLN/INA)