TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Tangerang Selatan masih menunggu investor untuk mengolah sampah yang saat ini mencapai 808 ton per hari. Pengolahan sampah menggunakan teknologi mendesak untuk mengantisipasi kenaikan produksi sampah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Mukkodas Syuhada, Senin (15/1), mengatakan, penawaran dari berbagai perusahaan selama ini belum ditindaklanjuti karena dianggap belum sesuai.
Salah satunya karena perusahaan mengajukan kontrak kerja sama 20 tahun. ”(Jangka waktu) itu terlalu lama untuk kami. Jika ada yang tidak sesuai, tidak bisa dihentikan begitu saja di tengah jalan,” katanya.
Ia mengatakan, hanya 250 ton sampah dari total produksi 808 ton per hari yang diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) Cipeucang di Serpong. Sisanya, dikelola swasta, bank sampah, dan tak terangkut.
Mukkodas mengatakan, kebanyakan teknologi untuk menghasilkan energi dari sampah membutuhkan produksi sampah sedikitnya 1.000 ton per hari.
”Saat ini, kami membutuhkan teknologi pengelolaan skala kecil yang bisa digunakan di tempat pembuangan sementara terpadu (TPST),” kata Mukkodas.
Saat ini, ada 50 TPST yang sangat tradisional pengelolaannya. TPST di Pasar Ciputat memulai produksi pakan ternak dari sampah organik. Di TPA Cipeucang sebagian kecil sampah organik mulai diolah pihak ketiga.
”Kami tidak ada anggaran untuk membeli teknologi pengolahan sampah sehingga bentuk kerja sama sepenuhnya diserahkan kepada pihak ketiga,” katanya.
Di TPA, pemkot mengajukan ke Bappenas melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Melalui skema ini, investasi dijamin PT Penjaminan Investasi Indonesia (PII).
Salah satu perusahaan yang mengajukan program pengolahan sampah adalah PT Tungku Putra Nusantara. Direktur Teknik PT Tungku Putra Nusantara Setiyono mengatakan, pihaknya menawarkan tiga tipe tungku pembakar sampah, yaitu yang berkapasitas 15 ton per hari untuk tingkat kelurahan, 150 ton per hari (kecamatan), hingga 250 ton per hari (kota/TPA). (UTI)