JAKARTA, KOMPAS — Tren kepemilikan rumah atau properti dalam prioritas akhir dibandingkan dengan hiburan atau liburan, khususnya oleh kaum muda alias milenial, diperkirakan bakal berlanjut. Bahkan, bagi kalangan ini ada yang tidak ingin atau belum ada keinginan sama sekali untuk memiliki properti atau rumah.
Hal itu terungkap dalam diskusi bertajuk ”Properti Outlook 2018” yang diselenggarakan situs properti Rumah123.com di Jakarta, Rabu (17/1). Sebagian pembicara yang hadir dalam diskusi tersebut adalah Direktur Neraca Pengeluaran Badan Pusat Statistik (BPS) Puji Agus Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Adriyanto, serta Wakil Ketua Umum Bidang Perundang-undangan dan Regulasi Properti Real Estat Indonesia Ignesjz Kemalawarta.
Puji mengatakan, BPS memperkirakan hingga tahun 2035 Indonesia bakal mengalami bonus demografi. Ini adalah suatu keadaan tatkala komposisi penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan usia produktif. Kecenderungan kini, keputusan untuk tidak buru-buru memiliki properti itu terjadi pada mereka yang berusia produktif. Untuk itu, diperkirakan tren akan berlanjut selama penduduk usia muda atau produktif tersebut masih cukup banyak. ”Hingga 2035 (penduduk usia produktif) masih akan jadi komposisi terbesar,” sebut Puji.
Adriyanto pun berpendapat sama. ”(Saya) lihat ini bukan tren sementara,” ujarnya.
Country General Manager Rumah123.com Ignatius Untung yang memandu diskusi mengatakan, keputusan tidak membeli properti bisa disebabkan ketidakmampuan atau ketidaktahuan. Faktor ketidakmauan bisa jadi karena sistem nilai berbeda, misalnya lebih memilih pengalaman hidup ketimbang kepemilikan properti, atau memang tidak tahu informasi lapangan sehingga tidak merasa punya urgensi memiliki properti.
”Misalnya kita selalu bikin model prediktif bahwa harga properti selalu lebih tinggi dibandingkan penghasilan,” ujarnya.
Untung menambahkan, setiap kali keputusan menunda satu tahun memiliki properti, itu berarti penurunan daya beli 4-8 persen. Artinya, jika dengan penghasilan tahun ini mampu membeli rumah dengan luas 100 meter persegi, jika ditunda setahun, tahun berikutnya jumlah uang yang sama hanya akan beroleh luasan 92 meter persegi.
Selain kebutuhan untuk memiliki pengalaman lewat hiburan dan liburan, sejumlah hal juga ditandai sebagai penyebab relatif kecilnya minat membeli rumah di kalangan muda. Perkembangan teknologi dan kemudahan akses informasi yang memberi banyak pilihan serta jaminan rumah dari orangtua menjadi beberapa penyebab di antaranya.
Ini selain faktor-faktor kemudahan terkait urusan pembiayaan relatif belum disediakan. Selebihnya karena memang secara umum, definisi terkait generasi milenial relatif luas dan cenderung belum tersedia riset memadai sehingga banyak aspirasi kelompok ini belum diketahui.
Sebelumnya, pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan terdapat persoalan mendasar dalam membangun sebagian kawasan permukiman. Persoalan tersebut ialah belum terhubungnya jaringan transportasi massal dan penataan kawasan permukiman. Ini membuat sebagian masyarakat cenderung memilih menggunakan transportasi pribadi untuk menuju tempat kerja atau lokasi tujuan lainnya.
”Ironisnya keluarga muda dan keluarga produktif yang jadi korban,” ujar Nirwono. (INK)