Standar Keselamatan Kapal Tradisional Masih Rendah
JAKARTA, KOMPAS — Standar keselamatan kapal motor (KM) tradisional yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, masih rendah setelah setahun lalu terjadi kecelakaan KM Zahro Express di wilayah tersebut.
Peningkatan standar keselamatan mendesak untuk dilakukan agar kecelakaan serupa tidak terulang.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, dalam kunjungan bersama Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) ke Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jumat (19/1), mengatakan, dalam transportasi, keselamatan itu menjadi hal yang paling utama.
“Keselamatan itu nomor satu. Setelah standar keselamatan dipenuhi, biasanya suatu moda transportasi berdampak pada pelayanan yang baik juga,” kata Djoko, Jumat (19/1).
Pada 1 Januari 2017, KM Zahro Express terbakar dan menghanguskan seisi kapal. Sebanyak 23 orang meninggal, 20 di antaranya mengalami luka bakar 100 persen.
Selain itu, 22 orang dilaporkan hilang oleh keluarga yang selamat. Hal itu menjadi pengalaman pahit dalam sejarah transportasi laut di Indonesia.
KNKT mengunjungi Pulau Tidung dengan menaiki kapal motor tradisional bergabung dengan para penumpang umum. Kapal itu sebagian besar komposisinya terdiri dari kayu. Mesin penggerak kapal itu pun terletak di ruang yang dikelilingi kayu. Di dekat mesin itu, banyak tumpahan oli dan bahan bakar.
Ketua KNKT Soertjanto Tjahjono mengatakan, kondisi seperti berbahaya. Ia mengkhawatirkan peristiwa terbakarnya KM Zahro Express dapat terulang. Terlebih lagi, kayu merupakan benda yang mudah terbakar.
Oli dan bahan bakar di ruang itu sebaiknya dibersihkan secara rutin.
“Oli dan bahan bakar di ruang itu sebaiknya dibersihkan secara rutin. Solar meskipun cenderung tidak mudah terbakar, apabila dia berada pada ruangan bersuhu 40 derajat Celsius jadi sangat mudah terbakar,” kata Soertjanto.
Soertjanto menyarankan agar para pemilik kapal itu melapisi ruang mesin penggerak dengan besi atau alumunium.
Tujuannya untuk menunda perambatan api apabila terjadi kebakaran sehingga mempunyai waktu yang lebih panjang untuk mengevakuasi para penumpang.
Namun, soal evakuasi penumpang masih menjadi persoalan tersendiri. Kapal itu terdiri dari dua geladak yaitu atas dan bawah.
Pada geladak bawah, hanya terdapat dua pintu keluar yang lebarnya kurang dari 1,5 meter, sedangkan geladak itu mampu menampung lebih dari 50 orang.
Sementara itu, jalan untuk lalu lalang di geladak itu tidak lebih dari satu meter. Hal itu masih ditambah dengan barang bawaan para penumpang yang kerap menghalangi jalan.
Penumpang pun harus mengantre untuk keluar dari geladak bawah.
Untuk mengeluarkan semua penumpang dari geladak bawah membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Hal itu cukup berisiko mengingat geladak bawah hanya memiliki dua pintu keluar tanpa adanya pintu darurat.
Kompas mengamati, untuk mengeluarkan semua penumpang dari geladak bawah itu membutuhkan waktu sekitar 20 menit.
Hal itu cukup berisiko mengingat geladak bawah hanya memiliki dua pintu keluar tanpa adanya pintu darurat.
Selain itu nakhoda dan awak di kapal tradisional terlihat tidak meyakinkan. Mereka tidak mengenakan seragam. Awak kapal bahkan bercelana pendek dan hanya memakai sandal jepit.
Soerjanto mengatakan, sebaiknya nakhoda dan awak kapal berpakaian seragam rapi agar menambah rasa aman bagi penumpang.
Terkait hal itu, Djoko mengatakan, pakaian rapi untuk para nakhoda dan awak kapal menjadi penting karena itu menunjukkan kredibilitas dari kapal-kapal tadisional.
Pelatihan keselamatan
Sejak terjadinya kebakaran KM Zahro Express, nakhoda dan awak kapal juga belum pernah merasa mendapatkan pelatihan keselamatan dasar pelayaran. Pelatihan itu menjadi penting agar, baik awak maupun nakhoda bisa mengevakuasi penumpang hingga menangani lebih awal ketika terjadi kecelakaan.
Suriat Saruri (69), pemilik kapal, mengatakan, telah mengirim surat dengan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta untuk meminta pelatihan itu. Tetapi, suratnya belum mendapat tanggapan dari mereka.
Pemilik kapal, mengatakan, telah mengirim surat dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk meminta pelatihan itu. Tetapi, suratnya belum mendapat tanggapan dari mereka.
“Kami sudah bersurat sejak lama. Tetapi, belum ada kejelasan,” kata Suriat.
Menanggapi pernyataan Suriat, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Bidang Pelayaran Dishub DKI Jakarta M Wildan Anwar mengatakan, pihaknya baru saja menyepakati kerja sama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta untuk mengadakan pelatihan bagi nakhoda dan awak kapal.
“Hari ini (Jumat, 19/1), Kadis baru saja buat nota kesepahaman dengan STIP. Kami akan membuat pelatihan peningkatan keselamatan pelayaran. Targetnya para awak kapal tradisional karena keterbatasan kemampuan mereka,” kata Wildan, yang ikut dalam rombongan KNKT, siang itu.
Para nakhoda dan awak kapal tradisional itu akan dilatih prosedur tata cara keselamatan pelayaran.
Adapun pelatihan yang akan diberikan terkait tentang ilmu navigasi, tata cara penyelamatan dalam keadaan darurat, evakuasi penumpang, membuat panggilan darurat, dan lain sebagainya. (DD16)