Trotoar Diokupasi Lagi
Ruas trotoar ini dijanjikan steril bagi pejalan kaki setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menutup Jalan Jati Baru Raya khusus untuk pedagang kaki lima yang sebelumnya berjualan di kawasan itu.
Trotoar di Jalan Jati Baru Raya, dari seberang Stasiun Tanah Abang, 400 meter jalan yang ditutup hingga Blok G, kembali dijejali PKL, Jumat (19/1). Beberapa PKL memajang dagangan di emperan toko hingga memakan hampir separuh trotoar.
Bahkan, sebagian memajang dagangan di tengah trotoar. Pemandangan ini sangat berbeda dari pekan-pekan pertama setelah penataan. Saat itu, trotoar di ruas jalan yang ditutup untuk tenda terlihat bersih dari PKL.
Bambang (40), salah seorang PKL, mengatakan, sejak awal Januari, mereka tak lagi disuruh pergi oleh petugas satuan polisi pamong praja. ”Dulu waktu awal-awal ada tenda itu memang disuruh pergi, setelah itu tidak diapa-apakan,” katanya.
Sebelum pengundian nomor tenda, Bambang yang asal Kudus, Jawa Tengah, itu pernah bertanya soal jatah tenda kepada petugas. Namun, ia tak dibolehkan karena belum ber-KTP DKI Jakarta.
Ernawati (42), PKL yang berjualan baju, mengatakan, dirinya sudah lama berjualan di trotoar itu. Ia juga ber-KTP DKI. Namun, saat pembagian tenda, ia sedang berangkat umrah. ”Bos saya yang dapat, jadi saya kembali berjualan di sini,” ujarnya.
Menurut Bambang, sebagian PKL yang sekarang berjualan di trotoar adalah orang-orang baru. Namun, mayoritas dari mereka tetap bekerja untuk para pemilik kios di dalam pasar Blok A-G maupun kios di dalam pasar-pasar di sekitar sana.
Temuan Ombudsman
Temuan itu juga disampaikan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang sudah memantau lapangan di Tanah Abang. Temuan-temuan disusun sebagai bahan kajian terhadap penataan Tanah Abang.
”Setelah ada tenda-tenda ini, seharusnya trotoar bersih. Nyatanya tetap banyak PKL, tetap saja sesak. Ada laporan adanya PKL-PKL baru dan pedagang dari dalam yang keluar ke sini,” kata komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala.
Salah satu kewenangan Ombudsman adalah mengawasi penyelenggaraan layanan publik oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, termasuk badan usaha atau perseorangan yang ditugaskan melayani publik yang sebagian atau seluruh dananya diambilkan dari APBN/APBD.
Menurut Adrianus, penataan Jalan Jati Baru Raya memang menguntungkan pedagang yang memperoleh jatah tenda dan pembeli. Hampir seluruhnya mengaku omzetnya bertambah.
Namun, juga ditemukan setidaknya tiga kerugian. Pertama justru dialami para pedagang di tempat-tempat resmi, sedangkan PKL yang sebelumnya melanggar aturan justru diuntungkan. ”Ini pedagang yang ikut aturan kan bayar pajak dan taat, justru sekarang dirugikan karena semakin sepi,” katanya.
Kerugian kedua, ada sekitar 20 rumah terjepit aksesnya karena penutupan jalan. Kerugian ketiga, arus lalu lintas terganggu di sekitar jembatan Jalan Jati Baru karena arus lalu lintas semuanya teralirkan ke sana. Akibatnya, kawasan itu semakin padat.
Malaadministrasi
Dari sisi peraturan, Ombudsman menemukan malaadministrasi dalam kebijakan penataan Jalan Jati Baru Raya itu.
Peraturan yang dilanggar antara lain Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, serta Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
Adrianus mempertanyakan konsep penataan Jalan Jati Baru dan PKL Tanah Abang itu. Untuk konsep penataan sementara, Ombudsman bisa memahami. Akan tetapi, rencana penataan permanen pun belum jelas waktu pelaksanaan atau rancangannya.
Selama ini telah disampaikan informasi rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap Pasar Blok G Tanah Abang yang akan dihancurkan untuk dibangun ulang guna menampung PKL. ”Para pedagang ini justru mendapat kesan akan permanen di sana. Jadi, pertanyaan kami, sebenarnya konsep penataan ini apa, sih?” ujarnya.
Dalam pembuatan kajian Tanah Abang ini, Ombudsman telah memantau lapangan. Selanjutnya akan diikuti pemanggilan sejumlah pihak, di antaranya Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta, para ahli tata kota dan ahli hukum administrasi, serta para PKL, pedagang Tanah Abang, dan warga sekitar.
Tahap itu akan dilanjutkan dengan klarifikasi kepada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk merumuskan laporan yang lengkap. Klarifikasi untuk mencari solusi yang tepat. (IRE)