JAKARTA, KOMPAS — Dewan Transportasi Kota Jakarta mengusulkan lagi pembatasan akses parkir di pusat kota Jakarta. Kebijakan itu dinilai paling praktis untuk menekan keinginan masyarakat menggunakan kendaraan pribadi di Jakarta sehingga mengurangi kemacetan.
Setidaknya ada dua cara yang diusulkan, yakni menaikkan tarif parkir kendaraan di tempat parkir dan menertibkan parkir liar secara serius. ”Kebijakan parkir adalah kebijakan pengendalian lalu lintas yang paling mudah dan siap dilaksanakan dibandingkan dengan ERP (kebijakan jalan berbayar) dan lain-lain,” kata Najid, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) dari unsur perguruan tinggi, dalam jumpa media di Jakarta, Kamis (25/1).
Menurut Najid, payung hukum pembatasan parkir sudah lengkap sehingga Pemerintah Provinsi DKI tinggal menjalankan. Regulasinya antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisa Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.
Berdasarkan Pasal 73 PP No 32/2011, pembatasan ruang parkir bisa dilakukan dengan membatasi waktu, durasi, tarif, kuota, dan lokasi parkir. Namun, pelaksanaannya butuh peraturan daerah.
DTKJ belum memutuskan besar kenaikan tarif yang akan diusulkan kepada Gubernur DKI Anies Baswedan. Namun, menurut Ketua DTKJ Iskandar Abubakar, pembatasan parkir harus bertahap, mulai dari kawasan yang jaringan transportasi umumnya sudah baik. Kawasan dengan kriteria itu adalah area yang dikelilingi jalur kereta rel listrik (KRL), yang disebut jalur kereta lingkar Jakarta (Loop Line). Bisa juga ditambah area di selatan Loop Line.
Iskandar menambahkan, kian tak terjangkau tarif parkir, masyarakat kian enggan menggunakan kendaraan pribadi. Dengan demikian, kian banyak warga yang beralih ke angkutan umum. ”Kalau kantong kena, mereka akan berpikir dua-tiga kali,” ujarnya.
Yang terjadi saat ini, pengendara sepeda motor kembali dibolehkan melintas di Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka Barat. Itu berpotensi meningkatkan jumlah kendaraan pribadi di jalan dan memperlambat pertumbuhan pengguna angkutan umum.
Sebelumnya, Pemprov DKI melarang sepeda motor melewati ruas itu berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor. Namun, Mahkamah Agung memutuskan peraturan itu tak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga sepeda motor boleh melintas lagi di jalan tersebut.
Penaikan tarif parkir dinilai mampu menjadi instrumen efektif menekan dampak negatif putusan itu.
Rekomendasi sebelumnya
Sebelumnya, DTKJ pernah merekomendasikan kenaikan tarif parkir hingga 400 persen semasa Fauzi Bowo menjabat Gubernur DKI. Saat itu, tarif parkir mobil yang awalnya Rp 2.000 per jam diusulkan menjadi Rp 10.000 per jam. Namun, usulan itu ditolak di DPRD DKI.
Pemprov DKI akhirnya menaikkan tarif pada 2012, tetapi tak sebesar usulan DTKJ. Tarif parkir dalam gedung sejak 8 Oktober 2012 naik jadi Rp 3.000-Rp 5.000 per jam per mobil.
Ketua Komisi Hukum dan Humas DTKJ Ellen SW Tangkudung mengatakan, tingginya pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi dan rendahnya minat menggunakan transportasi umum menjadi salah satu alasan kemacetan di Ibu Kota sulit diatasi. Merujuk data Dinas Perhubungan DKI, jumlah kendaraan bermotor pribadi di DKI pada 2015 mencapai 7,97 juta unit dengan rata-rata pertumbuhan hingga 8,12 persen per tahun.
Kajian Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, dari 47,5 juta perjalanan di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, hanya 24 persen pengguna yang memutuskan menggunakan moda angkutan umum darat, seperti bus transjakarta atau KRL.
Berdasarkan Perda DKI No 5/2014 tentang Transportasi, penggunaan angkutan umum pada 2029 ditargetkan 60 persen. ”Itu hanya bisa tercapai melalui integrasi semua jenis layanan angkutan umum di Jakarta,” kata Ellen.
Menurut anggota DTKJ dari unsur pakar transportasi, Daryati Asrining Rini, integrasi layanan angkutan umum menguntungkan semua. Bagi konsumen, layanan bisa dari pintu ke pintu dengan satu sistem tiket. ”Penumpang tak perlu punya banyak kartu seperti sekarang. OK OTrip, kereta, transjakarta, semua ada kartu sendiri,” ujarnya.
Operator angkutan umum diuntungkan dengan integrasi karena pendapatan naik mengingat pengguna angkutan umum meningkat. Adapun pemerintah untung karena subsidi angkutan umum optimal.
Ia merekomendasikan pembentukan satu lembaga pengelola seluruh angkutan umum di DKI Jakarta. (JOG)