Ribuan orang kembali kehilangan tempat tinggal gara-gara kebakaran terjadi di Kelurahan Krukut, Jakarta Barat, Sabtu (27/1). Api yang membesar dalam waktu singkat itu menghanguskan deretan rumah di tujuh RT di RW 003.
Sebagian warga menduga, kebakaran disebabkan seorang warga yang stres dan membakar kasur di rumahnya. Dari situ, api menjalar ke tetangga. Tidak menutup kemungkinan, kebakaran ini membuat mereka yang menjadi korban kebakaran ikut stres.
Kota dan stres
Hidup di kota besar seperti Jakarta, lengkap dengan pelbagai tuntutannya, kerap kali membuat warganya stres. Gaji sesuai standar upah minimum provinsi (UMP) tidak cukup mengejar laju mahalnya harga rumah. Akibatnya, banyak warga menjadi kontraktor selamanya, alias ngontrak rumah terus.
Belum lagi lalu lalang kendaraan di jalan yang makin semrawut, sementara pekerja dituntut untuk masuk kerja sesuai jadwal. Ada juga yang memiliki tuntutan bepergian dari satu tempat ke tempat lain sehingga tua di jalan.
Persoalan kian pelik manakala keluarga dihadapkan pada berbagai persoalan harian, seperti harga bahan pangan yang terus naik, biaya sekolah makin mahal, hingga aneka problem kesehatan.
Bertumpuknya persoalan ini membuat hidup di kota tidak lebih mudah dibandingkan di desa. Apalagi, tidak selalu mudah mendapatkan tetangga yang baik. Lebih sering orang menutup pintu dan hidup sendiri.
Kompleksitas masalah ini berpotensi membuat warga stres. Ruang untuk melepaskan stres pun menjadi kebutuhan, salah satunya kebutuhan akan ruang publik. Kenyataannya, tanpa keberpihakan, ruang publik terus tergencet dan kalah bersaing dengan kebutuhan kota lainnya.
Arsitek lanskap Nirwono Joga dalam bukunya, Mewariskan Kota Layak Huni (2017), menyebutkan dua hal yang harus dipenuhi oleh kota besar dan maju. Pertama, penyediaan layanan atau fasilitas publik yang memadai bagi penduduknya. Kedua, kebijakan dan kemajuan kota yang sejajar dengan kepentingan kaum miskin.
Fasilitas publik, seperti taman, saat ini sudah mulai tersebar di Jakarta dan menjadi awal yang baik. Namun, pemerintahan saat ini perlu memikirkan mekanisme perawatan ruang publik yang ada dan menambah lagi ruang publik.
Tentu saja, ruang publik bukan sekadar ada saja, melainkan benar-benar mewadahi kebutuhan warga kota, misalnya untuk berolahraga atau berekreasi. Kerusakan yang ada di taman kota sebaiknya segera diperbaiki. Fasilitas yang ada pun masih memungkinkan untuk ditingkatkan.
Persoalan lain yang mendesak adalah sistem penanggulangan kebakaran di Jakarta. Sebagai Ibu Kota dan kota yang amat padat, kebakaran harus diminimalisasi agar tidak mudah terjadi dan menimbulkan banyak korban. Sebut saja hidran yang tak jelas fungsinya lantaran pasokan air minim.
Urusan ini sebaiknya tidak luput dari perhatian pemerintah saat ini. Bahkan, persoalan ini sangat mungkin lebih mendesak ketimbang soal genjot-menggenjot becak. Bila tidak, bukan tidak mungkin kebakaran seperti di Krukut terulang lagi. (WAD)