TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Kasus pemerkosaan yang dilakukan F (20) terhadap rekan perempuannya, AS (21), di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, akan berakhir dengan pernikahan keduanya. Namun, penyelesaian kasus dengan pernikahan dinilai tidak menyelesaikan masalah.
F ditangkap polisi karena dilaporkan telah memaksa AS bersetubuh dan membuat rekaman video perbuatannya itu. AS merupakan mantan kekasih F. F juga mengancam AS akan menyebarkan video persetubuhan saat mereka berpacaran jika AS tidak mau memenuhi keinginannya untuk berhubungan seksual.
AS lalu memenuhi permintaan F, tetapi F justru kembali merekam video tanpa sepengetahuan AS. Beberapa hari kemudian, tepatnya 20 Januari, F kembali mengancam dan kali ini AS dipaksa bersetubuh dengan disertai kekerasan. AS kemudian melaporkan hal itu kepada polisi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Ahmad Alexander Yurikho, Rabu (31/1), menyebutkan, keluarga tersangka, keluarga korban, tersangka, dan korban memutuskan menyelesaikan kasus di luar jalur hukum. Pelaku menikahi korban.
Korban yang mengalami trauma, kata Alexander, juga sudah mengikuti program pemulihan trauma. Menurut dia, penyelesaian di luar jalur hukum sangat dimungkinkan. ”Ada berbagai jalan untuk mencapai keadilan tanpa harus ke pengadilan,” ujarnya.
Saat ini, kata Alexander, tersangka masih ditahan. Polisi akan melakukan gelar perkara untuk mendengarkan semua pihak. Setelah itu, ungkapnya, kemungkinan besar pihaknya akan melakukan penangguhan penahanan atas tersangka.
Siti Aminah, pengawas LBH APIK Jakarta, menilai penyelesaian kasus pemerkosaan dengan mengawinkan korban dengan pelaku tidak menyelesaikan akar masalah. Hal itu justru memperburuk korban karena korban mengalami bentuk lain kekerasan, yaitu pemaksaan perkawinan. ”Dengan dikawinkan, perempuan kehilangan hak atas keadilannya, hak untuk memutuskan perkawinan yang diinginkannya, dan hak atas tubuhnya,” ujarnya.
Umumnya, pemaksaan perkawinan diputuskan bukan oleh korban, melainkan keluarga atau desakan masyarakat dengan alasan untuk menutup aib, tanpa mempertimbangkan kepentingan korban.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangerang Selatan Herlina Mustikasari mengatakan, pada kasus pemerkosaan yang ditangani P2TP2A, seluruhnya dilanjutkan ke ranah hukum. (UTI)