JAKARTA, KOMPAS — Warga yang sering melintasi kawasan Tanah Abang berharap layanan gratis bus transjakarta Tanah Abang Explorer tetap dipertahankan. Sejak Senin pekan ini, layanan itu dihentikan seiring protes pengemudi angkutan perkotaan.
Para pengemudi angkot protes lantaran penutupan Jalan Jatibaru Raya untuk pedagang kaki lima (PKL) dan pengoperasian bus gratis keliling Tanah Abang itu. Kedua hal itu dianggap menurunkan pendapatan sopir.
Faizal (35), warga Cikampek yang setiap dua pekan sekali berbelanja barang dagangan ke Pasar Blok B, mengaku harus berjalan kaki beberapa ratus meter setelah layanan itu dihentikan. Ia dan istrinya pada Kamis (1/2) kerepotan karena harus menggendong dua anaknya yang masih anak balita sembari berjalan menuju Pasar Blok B.
Penutupan akses Jalan Jatibaru Raya juga membuat warga tidak punya pilihan transportasi umum. ”Kemarin-kemarin sudah enak ada bus transjakarta itu. Sekarang kami repot sekali sambil bawa dua anak kecil begini,” kata Faizal.
Ia mengaku bersedia membayar layanan keliling Tanah Abang dengan bus yang nyaman tersebut selama tidak lebih dari Rp 2.000. Ia menilai, layanan itu sangat membantu warga dan pembeli di Tanah Abang untuk berkeliling kawasan Pasar Tanah Abang dengan praktis.
Layanan itu sangat membantu warga dan pembeli di Tanah Abang untuk berkeliling kawasan Pasar Tanah Abang dengan praktis.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Budi Kaliwono menjelaskan, pihaknya mendukung program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, termasuk menghentikan operasional bus Tanah Abang Explorer sesuai rekomendasi Dinas Perhubungan. Ia belum bisa memastikan kapan bus ini beroperasi lagi.
Tanah Abang Explorer menggunakan bus berlantai rendah, dilengkapi penyejuk ruangan.
Kian macet
Sementara itu, kondisi kolong jalan layang Jalan Jatibaru Raya semakin macet karena banyak angkot M08 yang mengetem di sana. Beberapa pengemudi sepeda motor nekat naik ke trotoar akibat kemacetan itu.
Sejak pekan ini, angkot diperbolehkan mengetem di kolong jalan layang tersebut dengan batas tak lebih dari 15 unit. Mereka juga tak lagi dibatasi dengan waktu operasional untuk naik jalan layang. Meskipun demikian, para sopir mengaku belum puas dengan pengaturan tersebut.
Eriansyah (42), pengemudi M08, mengatakan, meski sudah diperbolehkan mengetem, penghasilannya tetap tidak membaik seperti saat diperbolehkan melewati Jalan Jatibaru Raya. ”Ngetem begini, kan, butuh waktu lama dapat penumpang. Terus muter-muter saja di kolong ini kena macet, bensin lebih banyak keluar,” katanya.
Menurut Eri, ia dan rekan-rekannya tetap menunggu keputusan Pemprov DKI Jakarta untuk memberi akses lagi ke Jalan Jati Baru Raya. Keputusan itu dijanjikan pada Jumat sore ini.
Mereka tak lagi mempermasalahkan penutupan atau keberadaan PKL di Jalan Jatibaru Raya. Salah satu solusinya, menggunakan satu jalur yang semula dipakai bus transjakarta Tanah Abang Explorer. Sementara satu jalur lain tetap ditutup untuk digunakan PKL.
Eri mengatakan, solusi yang mungkin bisa diterima para sopir dan Tanah Abang Explorer tetap beroperasi adalah keikutsertaan para sopir dalam One Karcis One Trip atau OK OTrip. Dalam program ini, para pengemudi mendapat gaji bulanan. Namun, mereka meminta kejelasan mengenai jumlah gaji sebelum setuju dengan program itu.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, berbagai alternatif solusi dibahas, termasuk penggunaan jalur bus transjakarta Tanah Abang Explorer untuk jalur angkot. Opsi lain adalah menggandeng sopir angkot dalam program OK OTrip. Namun, ia memastikan Jalan Jatibaru Raya yang ditutup untuk PKL tidak lagi dibuka.
Menurut Sandiaga, Pemprov DKI Jakarta akan mencari cara agar pendapatan para sopir itu tidak turun. ”Sebab, ternyata
ini akar masalahnya, bukan penutupan Jalan Jatibaru Raya,” ujarnya.
Ia mengatakan, keadilan harus dikembalikan di Tanah Abang dengan menyelesaikan perebutan ruang di kawasan itu berbasis adil buat semua. (IRE)