Duka menyelimuti keluarga empat pekerja yang kehilangan nyawa dalam peristiwa jatuhnya alat berat peluncur gelagar kotak di proyek rel dwiganda di Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (4/2) pagi.
Empat pekerja tewas dalam kejadian itu dari luar Ibu Kota yang tengah mengadu nasib mencari nafkah di Jakarta. Mereka adalah Zaenudin (44) yang beralamat di Karawang, Jawa Barat; Deni Eko Prasetyo (25) dari Purworejo, Jawa Tengah; Joni Fitrianto (19) dari Purworejo, Jawa Tengah; dan Yana Sutisna (44) dari Kampung Cikadu, Padalarang, Jawa Barat.
Joni dan Yana sempat dirawat di RS Hermina dan RS Premier Jatinegara, tetapi tewas beberapa jam kemudian. Keempat jenazah lalu dibawa ke Instalasi Forensik Rumah Sakit Polri Sukanto di Kramatjati, Jakarta Timur.
Para kerabatnya berdatangan di RS Polri sejak Minggu siang guna mengurus kepulangan
mereka ke kampung halamannya.
Indra Kumar (50), kakak ipar Yana, mengatakan, Yana meninggalkan satu anak lelaki yang masih duduk di kelas 6 SD. Istri Yana, Nur, adalah ibu rumah tangga yang menggantungkan nafkah dari suaminya. Sebelum bekerja di proyek rel dwiganda, Yana bekerja di percetakan batako di kampungnya di Cikadu, Padalarang.
”Tapi, karena kerja di sana hasilnya lebih kecil dari UMR, dia kerja proyek di sini dengan bayaran seminggu sekali. Baru sekitar setahun dia kerja di sini,” kata Indra.
Joni Fitrianto baru bekerja sekitar empat bulan di Jakarta setelah diajak rekan sekampungnya di Desa Kedung Batu, Purworejo. Lulusan SMK itu adalah anak sulung dari pasangan petani dengan tiga adik. Ia turut mengirimkan sebagian pendapatan ke desanya untuk membantu orangtuanya yang kurang mampu.
”Dia itu masih anak-anak. Apalagi anak dari desa, masih lugu dan polos. Dia baru sebulan terakhir kembali ke sini. Sebelumnya sempat pulang sekitar seminggu karena kangen rumah,” ujar pamannya, Yono (33), yang menjemput jenazah pemuda itu.
Gemuruh
Jaja Bahar (50), warga sekitar lokasi proyek di Jalan Matraman Raya, tak jauh dari proyek rel dwiganda Manggarai-Cikarang tempat terjadi kecelakaan kerja, menceritakan, pada pukul 23.00-23.30, Sabtu (3/2) malam, sempat terjadi hujan deras. Hingga pukul 01.00, ia melihat para pekerja masih sibuk memasang dudukan alat berat peluncur gelagar. Jaja tertidur setelah pukul 01.00 dini hari.
Mendadak, sekitar pukul 05.15, ia mendengar suara gemuruh besi jatuh dari lokasi proyek. Semua warga yang tinggal di sekitar tempat tinggalnya keluar rumah kebingungan, juga tebersit ketakutan. Ternyata, balok besi yang tadi dipasang jatuh menimpa pekerja proyek.
Terkait dengan peristiwa itu, anggota Komite Keselamatan Konstruksi Nasional, Lazuardi Nurdin, yang meninjau lokasi kejadian, mengatakan, ada empat hal yang harus dipenuhi dalam kerja konstruksi.
Empat hal itu adalah inspektor pengawas harus ahli kesehatan dan keselamatan kerja (KKK) konstruksi, peralatan kerja harus aman, pekerjaan harus mempunyai prosedur standar operasi (SOP), dan memperhatikan lingkungan kerja, termasuk dengan cuaca.
Direktur Keselamatan Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Edi Nursalam mengatakan, dalam upaya pemenuhan jadwal penyelesaian, pengerjaan proyek ini tidak mengabaikan SOP.
Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof Manlian Ronald A Simanjuntak mengatakan, kecelakaan di proyek
rel kereta dwiganda itu merupakan kegagalan manajemen keselamatan konstruksi. Dalam aspek manajemen konstruksi, faktor keselamatan konstruksi melibatkan aspek desain, procurement atau penyediaan sarana dan prasarana, serta aspek konstruksi.
Menurut Ronald, dari sisi teknologi, proyek konstruksi di Indonesia sebenarnya sudah menggunakan teknologi tercanggih. Untuk itu, perlu lebih diteliti sumber daya manusia dan profesionalitas mereka. (DD16/DD17)