Evaluasi Sistem Konstruksi
Kedua orang tersebut, Dianti Dyah Ayucahyani dan Mutmainah, adalah karyawati Garuda Maintenance Facility (GMF). Belum ada kejelasan penyebab pasti insiden itu. Polisi, penanggung jawab proyek, dan pengelola bandara masih menangani kejadian tersebut.
Ambrolnya dinding terowongan rel KA bandara ini terjadi tepat sehari setelah jatuhnya bantalan beton peluncur gelagar di lokasi proyek rel dwiganda (double-double track) di Matraman, Jakarta Timur. Di proyek rel dwiganda ini, sebelumnya juga ada dua insiden material berat jatuh.
Rahman (55), warga RT 007, RW 006, Kebon Pala, yang rumahnya hanya berjarak sekitar 15 meter dari lokasi kejadian, mengatakan, sekitar Desember 2017, besi sepanjang sekitar 2 meter jatuh menimpa atap rumahnya hingga mengakibatkan kerusakan parah. Sebelumnya, kait besi alat berat jatuh ke sungai dan mengenai pohon yang menyenggol sebagian atap rumahnya, juga menyebabkan kerusakan. Warga berharap pengerjaan proyek nasional itu lebih hati-hati sehingga tak menimbulkan kerusakan.
Dalam dua bulan terakhir, selain insiden di proyek rel dwiganda dan terowongan KA bandara, sudah ada kecelakaan kerja di tol Depok-Antasari dan di proyek kereta ringan (LRT).
Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof Manlian Ronald A Simanjuntak mengatakan, evaluasi didorong dilakukan terhadap seluruh sistem konstruksi Indonesia.
Itu karena kecelakaan konstruksi terjadi beruntun dua bulan terakhir yang perusahaan kontraktornya merupakan badan usaha milik negara (BUMN). Evaluasi seluruh sistem manajemen konstruksi perusahaan kontraktor BUMN perlu agar insiden tidak terulang.
Evaluasi ini, kata Ronald, memerlukan koordinasi lintas kementerian, yaitu Kementerian BUMN, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Kementerian Perhubungan. Selain profesionalitas para pekerja dan operator, juga perlu diperiksa penyediaan sarana dan prasarana serta kemungkinan beban kontraktor BUMN terlalu berat karena banyaknya proyek yang ditangani.
Kelalaian
Kepolisian mengatakan, jatuhnya bantalan beton peluncur gelagar yang menewaskan empat pekerja dalam pengerjaan rel dwiganda di Matraman terjadi karena ada kelalaian dalam pengerjaannya. Operator alat berat peluncur (frontlift launcher gantry) yang digunakan untuk meluncurkan bantalan gelagar itu dibidik sebagai tersangka.
Kepala Polres Metro Jakarta Timur Yoyon Tony Surya Putra mengatakan, kelalaian itu karena operator sudah melepaskan bantalan beton saat posisinya belum terpasang dengan tepat. ”Sehingga bantalan beton itu jatuh ke bawah dan menimpa empat pekerja,” katanya, kemarin.
Operator berinisial AN itu belum ditetapkan sebagai tersangka. Polisi masih mengumpulkan bukti dan fakta lain. Olah tempat kejadian perkara (TKP) sudah dilakukan di lokasi kejadian pada Senin dengan melibatkan Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri. Dari olah TKP, polisi menyatakan alat-alat dalam kondisi baik.
Pemasangan bantalan beton itu dilakukan oleh perusahaan subkontraktor yang disewa PT Hutama Karya, yaitu PT H. AN dan lima pekerja yang pada Senin dini hari itu bertugas merupakan pekerja PT H.
Sebelumnya, Direktur Operasional PT Hutama Karya Suroto menyatakan, para operator yang terlibat dalam pekerjaan sudah mempunyai sertifikat dan profesional di bidangnya.
Pemicu kelalaian operator itu, kata Tony, bisa jadi karena faktor kelelahan dari operator atau faktor lain. Namun, tetap harus ditindak karena menyebabkan empat pekerja tewas.
AN bisa dijerat dengan Pasal 321 KUHP karena kelalaian yang mengakibatkan korban jiwa dengan ancaman 9 tahun penjara. Menurut Tony, masih ada kemungkinan tersangka lain. ”Sebab, operator hanya mengikuti perintah,” ujarnya.
Selama dua hari penyelidikan, delapan saksi dimintai keterangan. Mereka adalah saksi mata kejadian langsung dan para pekerja proyek di sana.
Dudukan lepas
Kepala Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri Komisaris Besar Ulung Kanjaya, yang memimpin olah tempat kejadian perkara, belum bisa menyimpulkan penyebab insiden di proyek rel dwiganda. Perlu sepekan lagi penyelidikan untuk bisa memastikan penyebab.
Namun, ditemukan dudukan dari pelat yang terlepas dan bantalan karet yang juga terlepas. Seharusnya dudukan tidak lepas, sementara alat pengangkat masih ada di atas, tetapi posisinya sudah meluncur.
Kementerian PUPR melalui Komite Keselamatan Konstruksi atau KKK mengatakan, ada dua hal yang mengemuka, yaitu terkait alat dan tenaga kerja. ”Peralatan yang dipakai itu
baru. Untuk sumber daya manusia, biasanya menyangkut sertifikasi tenaga kerja, juga pengalaman. Kecelakaan ini terjadi hari libur, maka nanti akan dipelajari,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Anggota KKK, yang juga Direktur Jembatan Direktorat Bina Marga Kementerian PUPR Iwan Zarkasi, mengatakan, alat berat peluncur gelagar yang mengalami kecelakaan telah digunakan di enam segmen sebelumnya dan tidak mengalami masalah. Baru di segmen atau bentang ketujuh terjadi kecelakaan.
Basuki menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi jika memang ada unsur kelalaian. Sanksi itu bisa dijatuhkan kepada kepala proyek, general manager, atau pengawas proyek. (IRE/NAD/PIN)