DEPOK, KOMPAS — Kasus dugaan penipuan oleh First Travel memasuki sidang perdana di Pengadilan Negeri Depok, Senin (19/2). Jaksa penuntut umum mendakwa para direktur PT First Anugerah Karya Wisata dengan pasal berlapis karena penipuan, penggelapan, dan pencucian uang yang merugikan 63.310 calon jemaah umrah sebesar total Rp 905,333 miliar.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Subandi, beranggotakan Teguh Hari Priyanto dan Yulinda. Ketiga terdakwa hadir, yaitu Direktur Utama First Travel Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Direktur Keuangan Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan.
”Ada tiga pasal yang kami terapkan. Kami akan buktikan semuanya,” kata Koordinator Jaksa Penuntut Umum Herry Jerman, kemarin. Ketiganya didakwa pasal berlapis, yaitu Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Penipuan. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Mereka didakwa menggunakan dana jemaah untuk kepentingan pribadi, misalnya untuk keliling Eropa, membeli rumah, mobil, dan kebutuhan pribadi. Para direktur juga menggunakan uang jemaah untuk membayar pegawai, termasuk gaji direktur, antara Rp 500 juta dan Rp 1 miliar per bulan.
”Kerugian yang dialami 63.310 calon jemaah umrah yang telah membayar lunas dengan jadwal keberangkatan November 2016-Mei 2017 yang oleh terdakwa I dan terdakwa II tidak diberangkatkan umrah sebesar Rp 905.333.000.000,” kata jaksa.
Ketiga terdakwa itu awalnya tidak didampingi penasihat hukum. Penasihat hukum mereka tidak hadir. Namun, di tengah persidangan, majelis hakim menghadirkan penasihat hukum yang ditunjuk negara untuk mendampingi mereka.
Seusai pembacaan dakwaan, majelis hakim bertanya apakah ada eksepsi atau nota keberatan. Para terdakwa menjawab belum ada sehingga persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan pembacaan eksepsi oleh terdakwa.
Kemarin, sidang dipenuhi para korban yang gagal diberangkatkan. Sejak terdakwa dihadirkan, pengunjung berteriak-teriak menyebut para terdakwa sebagai penipu. Mereka juga marah ketika mendengar uang mereka ternyata digunakan untuk menggaji para terdakwa hingga Rp 1 miliar per bulan.
Penasihat hukum para korban First Travel, Mustolih Siradj, mengapresiasi jaksa penuntut umum yang mendakwa para terdakwa dengan pasal berlapis. ”Kami mengapresiasi, terutama karena JPU menggunakan Pasal 3 UU No 8/2010 tentang TPPU. Selain hukumannya lebih berat ketimbang penipuan atau penggelapan, penggunaan pasal ini memberi harapan kepada para korban untuk mendapatkan kembali hak mereka, uang yang telah mereka bayarkan,” kata Mustolih.
Saat ini para korban terus berjuang mendapatkan kembali uang mereka dengan bersidang di pengadilan niaga. (UTI)