Integrasi Kawasan Berpeluang Dorong Penggunaan Angkutan Umum
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembang perumahan diharapkan ikut mendukung penggunaan angkutan umum massal dengan cara pengembangan kawasan berbasis transit atau transit oriented development (TOD). Sejauh ini, baru sedikit pengembang yang mendukung program pemerintah guna kurangi kemacetan tersebut.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Sigit Irfansyah mengatakan, pengembang diharap kontribusinya untuk tingkatkan penumpang angkutan umum massal. Saat ini, penggunaan angkutan umum di Jabodetabek masih rendah, yaitu 2-3 persen untuk bus rapid transit seperti transjakarta dan 3-4 persen untuk kereta rel listrik (KRL).
Pada 2029, penggunaan angkutan umum massal di Jabodetabek ditargetkan mencapai 60 persen atau sekitar tiga kali lipat dari sekarang yang masih sekitar 20 persen. Caranya adalah dengan mengembangkan kawasan TOD, atau kawasan yang lebih mendorong warga untuk berjalan kaki dan menggunakan angkutan umum serta meninggalkan penggunaan kendaraan pribadi.
”Semakin banyak pengembang yang menggunakan konsep TOD, diharap bisa semakin menambah presentase pengguna angkutan umum massal,” katanya dalam diskusi ”Solusi Hunian: Transportasi, Akses dan Kualitas Hidup” yang diselenggarakan Synthesis Development di Jakarta, Selasa (27/2).
Menurut Sigit, ada banyak instrumen untuk pengembang menggunakan konsep TOD. Bukan cuma mengembangkan kawasan, melainkan juga mengembangkan akses ke transportasi umum massal. Untuk itu, jaringan akses pejalan kaki harus diperbanyak serta harus dihitung betul jarak jalan kakinya, yaitu tak lebih dari 800 meter. Hal ini penting sebab jarak jalan kaki yang cukup pendek menjadi kunci kesuksesan mendorong orang untuk jalan kaki.
Tinggalkan kendaraan pribadi
Guna mendorong penghuni meninggalkan kendaraan pribadi, pengembang juga bisa menaikkkan tarif parkir serta membatasi lahan parkir. Kedekatan hunian dengan titik transportasi umum massal, seperti LRT, MRT dan halte transjakarta juga bisa menjadi nilai tambah untuk menjual hunian.
Selama ini, pengembang masih cenderung menjadikan eksklusivitas sebagai nilai jual. Hal ini seperti lahan parkir yang luas hingga kedekatan dengan jalan tol. ”Hunian sekarang seharusnya inklusif, bukan lagi eksklusif,” katanya.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto mengatakan, saat ini sudah 52 persen warga Jakarta tinggal di radius radius 1 kilometer dari stasiun transjakarta. ”Tapi jalur itu memang belum nyaman, masih direbut motor atau diokupansi,” katanya.
Di sejumlah negara lain, seperti Malaysia, pengembang juga ikut membangun akses ke transportasi massal dengan membangun jalan layang dan dihubungkan dengan kendaraan pengangkut.
Salah satu pengembang yang sudah melirik pengembangan TOD adalah Synthesis Development dengan membangun apartemen Prajawangsa City di Jakarta Timur. Dalam iklannya, pengembang ini sudah menawarkan kedekatan dengan akses halte transjakarta dan stasiun kereta ringan (LRT) kendati iklan itu juga masih menawarkan kedekatan dengan pintu tol.
Managing Director Synthesis Development Mandrowo Sapto mengatakan, pengembangan hunian berkonsep TOD ini merupakan bentuk tanggung jawab pengembang untuk ikut mengatasi masalah lalu lintas Jakarta. Sebab, setiap hunian baru juga menghasilkan bangkitan arus lalu lintas baru.