Merebut Lagi Hati Penumpang Ibu Kota
Bus kota di Jakarta tercatat mulai beroperasi saat Indonesia aktif jadi anggota badan organisasi dunia pada 1954, juga saat menjadi tuan rumah pesta olah- raga dunia pada awal 1960-an. Dari tertatih-tatih, mengalami masa jaya, surut, dan kini menggeliat menjadi alat utama warga Ibu Kota untuk bepergian.
Bus kota di Jakarta tak bisa lepas dari PPD, Peroesahaan Pengangkoetan Djakarta atau Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta, sejak 1984. ”Kami mengawali pelayanan angkutan kota mulai dari trem yang ditarik kuda, trem dengan lokomotif uap, lalu ke bus,” kata Direktur Perum PPD Pande Putu Yasa, Kamis (1/3).
Diawali pengoperasian trem dengan kuda dan trem uap pada 1869 hingga masa awal kemerdekaan, mobilitas warga Ibu Kota terlayani dengan baik karena tata kelola angkutan umum yang dilakukan Bataviasche Tramweg Maatschappij (BTM), yang berubah menjadi Bataviasche Verkeers Maatschappij (BVM). Ada jam-jam kedatangan dan keberangkatan trem. Ada juga rute-rute yang dilalui.
Trem mulai dihapus perannya sebagai alat angkutan saat BVM dinasionalisasi dan diubah namanya menjadi Peroesahaan Pengangkoetan Djakarta (PPD) tahun 1954. Mengikuti dinamika, layanan fokus pada bus.
Karena Indonesia aktif di organisasi dunia, seusai mengikuti konferensi lima negara tahun 1954, kata Putu, Australia memberi bantuan angkutan sejenis bus, yakni Leyland. Dengan bus bantuan itulah, Presiden Soekarno memerintahkan pengoperasian trem dihentikan.
AM Fikri, pemerhati angkutan bus, menjelaskan, dari sejumlah sumber sejarah, setelah bus yang diterima saat konferensi, perusahaan-perusahaan menerima bus- bus saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962 dan pesta olahraga Ganefo 1964. ”Pada 1960-an, Presiden Soekarno mendatangkan bus-bus dari luar negeri. Sebutlah pada era itu ada bus Dodge, Chevrolet, juga Mercedes-Benz,” ujarnya.
Berdasarkan arsip Kompas pada 1965, untuk menambah angkutan umum, Pemerintah Indonesia memesan 2.200 bus Robur dari pabrikannya di Jerman. Bus berbentuk roti tawar berkapasitas 29 orang itu dijadwalkan berdatangan pada 1965-1967.
Pada era itu minim studi soal pengembangan angkutan umum perkotaan. Berita yang muncul tentang Jakarta adalah kekurangan angkutan kota hingga layanan angkutan belum mencakup semua wilayah.
Perubahan
Babak baru bus kota sebagai penguasa jalanan di Jakarta, kata Fikri, berlanjut pada 1970-an. Saat itu, salah satu staf Kementerian Perhubungan (lalu jadi menteri perhubungan), Giri Suseno, membuat kajian pola transportasi Jakarta dan sekitarnya.
”Dari kajian itu, didatangkanlah bus-bus Mercedes-Benz ke Indonesia. Bus dengan sasis produksi Jerman itu dianggap bagus dan memenuhi keperluan angkutan umum perkotaan di Indonesia. Bus itu tak hanya mengisi Jakarta, tetapi juga di sejumlah kota, seperti Medan, Surabaya, dan Makassar,” ujar Fikri.
Menurut data PPD, perusahaan itu mengoperasikan bus tingkat jangkung berwarna merah dari Inggris, salah satunya ada di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah. Pada era 1984-1995, PPD mengoperasikan sekitar 80 bus tingkat keluaran Leyland dan Volvo hingga masa bus tingkat berakhir.
Menurut Putu, sebagai perusahaan pengangkutan milik negara, PPD, yang sejak awal selalu mendapat penugasan dari negara, selain melayani angkutan kota, juga selalu mendapat bantuan bus dan subsidi dari pemerintah. PPD pernah menjadi penguasa jalanan Jakarta dan sekitarnya, penyeimbang terhadap operator angkutan serta bersaing dengan sejumlah operator swasta. Awal 1990 menjadi era puncak PPD saat mobilitas warga Ibu Kota bertumpu pada angkutan perkotaan.
Penguasa jalanan kala itu masih dioperasikan secara konvensional. Bus beroperasi di kiri jalan untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Kondektur menarik tarif langsung dari penumpang. Bus beroperasi kejar setoran.
Akhirnya, PPD terpuruk pada awal tahun 2000. Penyebabnya, antara lain, terbiasa menanti uluran tangan pemerintah pusat, kurang inovasi, konflik internal, dan kemacetan Jakarta yang kian tak terbendung. Kualitas bus jadi sangat tidak mendukung operasional. Jumlah bus turun dari 700-an menjadi 375. Dari semula 48 rute terlayani, akhirnya hanya 18 rute yang terlayani bus PPD.
Hingga akhirnya tiba. Tahun 2004, Pemerintah Provinsi DKI meluncurkan layanan angkutan perkotaan dalam sistem bus rapid transit (BRT) yang lebih tertata, punya jalur sendiri sebagai rute/ koridor perjalanan. Bus-bus BRT berhenti di halte dan membuka pintu kanan-kiri tengah untuk akses penumpang. Penumpang dipaksa tertib dan disiplin.
Beroperasinya Transjakarta, kata Putu, membuat PPD memilih bergabung jadi salah satu operatornya pada 2013 dengan banyak perbaikan dan peningkatan mutu layanan. Tahun 2015, PPD mendapat bantuan 600 unit bus dari Kementerian Perhubungan.
Seiring perbaikan dan peningkatan layanan, penumpang dimudahkan dengan informasi kedatangan, keberangkatan, dan posisi bus. Bahkan, penumpang bisa mengunduh aplikasi soal transportasi umum Jakarta dan sekitarnya. Dari rencana semula mengembangkan 15 koridor, kini ada 13 koridor yang membuat perjalanan terintegrasi tanpa merepotkan penumpang keluar-masuk halte.
Era Transjakarta
Tiga tahun terakhir, 113 rute nonkoridor dikembangkan untuk memperluas layanan angkutan. Bus yang dioperasikan para operator Transjakarta dan oleh Transjakarta sendiri adalah bus dengan sasis terbaik di dunia dengan bodi bus garapan anak negeri. Kenyamanan penumpang yang diutamakan.
”Kami mau isi lagi rute-rute yang ditinggalkan. Itu sebabnya ada 300 bus berpintu masuk rendah di sisi kiri yang sisiapkan sejak 2016,” ujar Direktur Teknik dan Fasilitas PT Transportasi Jakarta Wijanarko saat kunjungan ke karoseri pembangun bus-bus Transjakarta, medio Februari, di Jawa Tengah.
Layanan di koridor dinilai sudah cukup dengan jumlah bus yang dioperasikan para operator Transjakarta dan Transjakarta sendiri. Dengan rute lama yang menuntut banyak pelayanan dari sisi kiri itu, Transjakarta melihat ada potensi penumpang.
Guna meningkatkan mutu layanan, Transjakarta mengajak operator bus sedang bergabung ke manajemen Transjakarta. Setidaknya, warga Ibu Kota akan memiliki pilihan terbaik, baik bus besar maupun sedang.
Peningkatan mutu layanan, mutu bus kota, serta rute yang menjangkau seluruh wilayah dengan harga terjangkau membuat bus kota jadi tumpuan. Tetap akan dicari dan dinanti.