JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga mempertanyakan pendataan keluarga penerima uang tunai dari Program Keluarga Harapan Kementerian Sosial. Sebab, terdapat keluarga yang terdata sebagai penerima tetapi akhirnya tahun ini belum mendapatkan bantuan tunai. Belum ada penjelasan rinci.
Kondisi itu terjadi salah satunya di Kelurahan Tugu Utara, Jakarta Utara. Warga di RT 009 RW 019, Djampur (63), heran karena keluarganya tidak menerima bantuan tunai termin pertama 2018 pada Februari lalu, sedangkan sebagian besar keluarga tetangganya yang tahun lalu termasuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) menerima. Keluarga Djampur di 2017 merupakan KPM dengan kartu PKH atas nama Anisah (54), istri Djampur.
“Ini tidak tahu kenapa,” tutur Djampur di rumah kontrakan keluarganya, Jumat (9/3). Ia sudah menyampaikan masalah itu kepada Ketua RW 019 Tugu Utara, Ricardo Hutahaean, tetapi belum ada kejelasan alasan.
PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada KPM. Melalui PKH, KPM didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, pendidikan, pangan dan gizi, perawatan, dan pendampingan, termasuk akses terhadap berbagai program perlindungan sosial lainnya secara berkelanjutan. PKH disertai pemberian bantuan tunai yang saat ini sebesar Rp 1,89 juta per tahun per keluarga, diterimakan dalam empat termin.
Keluarga Djampur butuh uang tersebut untuk menunjang hidup sehari-hari mereka. Ia tinggal bersama Anisah dan satu anak mereka di rumah kontrakan seluas 2,5 meter x 7 meter. Biaya mengontrak rumah Rp 600.000 per bulan, ditambah pengeluaran untuk listrik Rp 150.000 per bulan. Pendapatan dari usaha penjualan minuman Djampur tidak sebanding.
“Minuman mah sehari dapat Rp 30.000, Rp 25.000, kadang-kadang Rp 10.000,” ujar Djampur. Artinya, dalam sebulan maksimal Rp 900.000. Anak Djampur kadang-kadang membantu dengan mengamen, yang dalam sehari biasa memberikan tambahan Rp 30.000. Itu pun jika sedang niat.
Masalah serupa dialami keluarga Marsanah (54). Ia tinggal di rumah kontrakan anaknya di RT 001 RW 019. Di rumah berukuran 3 meter x 7 meter itu, terdapat ia, suami, dua anak lelaki, satu anak perempuan, satu menantu, dan empat cucu. Di antara ketiga anaknya, tinggal anak perempuannya yang bungsu yang belum berkeluarga karena masih kelas XI SMA. “Makanya kalau dapet (bantuan), mau bawa Erna (anak bungsu) berobat. Sudah dua bulan tidak masuk sekolah karena sakit,” tuturnya sambil terisak.
Dua anak laki-laki Marsanah bekerja serabutan sehingga kadang-kadang membantu keuangan ia, suaminya, dan anak ketiganya. Suami Marsanah lebih sering bekerja mengumpulkan botol plastik bekas dengan penghasilan Rp 20.000-Rp 30.000 per hari.
Pendamping PKH yang direkrut Kementerian Sosial untuk RW 011-019 Tugu Utara, Naning Wahyuningsih, mengatakan, dari sembilan RW, kartu PKH dari sembilan KPM bersaldo nol rupiah tahun ini. Ia pun tidak bisa menjelaskan alasan rinci kepada mereka karena juga tidak mendapat informasi.
Naning sudah melaporkan masalah itu kepada Unit Pelaksana PKH Kota Jakarta Utara. “Orang UPPKH sudah meng-entry data, tetapi ternyata data tidak masuk ke sistem. Mereka pun bingung,” ucapnya.
Karena itu, Naning berencana mengumpulkan kesembilan pemegang kartu PKH tersebut bulan ini untuk pengurusan lagi.
Naning mempertanyakan pendataan Kemensos secara keseluruhan, tidak hanya terkait kartu PKH yang bersaldo nol rupiah. Contohnya, terdapat warga yang memiliki mobil tetapi masuk sebagai KPM di Tugu Utara. Ia sudah diadukan ke UPPKH Jakarta Utara tetapi tetap menerima bantuan tunai.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta Susy Dwi Harini belum merespons telepon dan pesan singkat Kompas pada Jumat. Namun, masalah data juga terjadi pada program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kemensos di Jakarta.
Keluarga penerima manfaat BPNT menerima enam tahap bantuan, masing-masing terdiri dari 20 kilogram beras dan 4 kg gula. Di antara para penerima tersebut, terdapat keluarga yang menerima bantuan hanya di tahap pertama, sedangkan di tahap kedua-keenam saldo di kartu keluarga sejahtera (KKS) selalu nol rupiah sehingga tidak menerima bantuan lagi.
”Di tahap pertama saat peluncuran oleh Presiden Joko Widodo Februari lalu, sumber datanya adalah Siskadasatu (Sistem Informasi dan Konfirmasi Data Sosial Terpadu), sedangkan di tahap kedua berbeda, menggunakan basis data terpadu 2015,” kata Harini, Senin (27/11/17) (Kompas, 28/11/17).
Akibatnya, ada keluarga yang tercatat sebagai penerima manfaat pada tahap pertama kemudian tidak tercantum lagi sebagai penerima di tahap kedua hingga seterusnya.