JAKARTA, KOMPAS - Penataan kawasan Tanah Abang belum lepas dari gugatan. Itu dikaitkan dengan langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memulai perubahan atau reformasi penataan tanpa kajian regulasi kuat yang merugikan sebagian warga. Kontroversi tiada henti mengganggu jalannya pemerintahan.
Penutupan Jalan Jati Baru, Jakarta Pusat, bagi pedagang kaki lima (PKL) masih terus dipertanyakan. Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko dipanggil Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jumat (9/3), dimintai keterangan terkait kebijakan itu atas laporan Sekretaris Jenderal Cyber Indonesia Jack Boyd Lapian.
"Materi pemeriksaan seputar latar belakang dan tujuan penutupan kawasan Jalan Jati Baru Raya," kata Sigit di Polda Metro Jaya, kemarin. Ada 20 pertanyaan diajukan penyidik.
Saran dan tuntutan pembukaan lagi ruas jalan juga datang dari Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Ombudsman RI, dan sopir angkutan kota M08 yang melayangkan somasi dan siap menggugat secara hukum.
Hingga kini, penataan kawasan Tanah Abang dengan penutupan Jalan Jati Baru hanya didasarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 17 tahun 2018 tentang Penataan Kawasan Tanah Abang. Itu berisi perintah bagi jajarannya untuk bertanggungjawab terhadap PKL, bus ulang-alik, dan kebersihan di sana. Tak ada penjelasan soal penutupan jalan atau penataan lanjutannya. Instruksi tertanggal 6 Februari 2018, sekitar sebulan setelah Jalan Jati Baru ditutup.
Proses buruk
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)Robert Na Endi Jaweng mengatakan, dua aturan yang seharusnya mendasari reformasi atau perubahan penataan sebuah kawasan kota adalah peraturan daerah tentang rencana tata ruang dan tata wilayah yang diperjelas Perda rencana detail tata ruang.
Perda DKI Jakarta tentang rencana tata ruang dan tata wilayah, kata Robert, masih bersifat makro, hanya soal blok peruntukan. Belum sampai rencana detail tata ruang persil.
“Untuk penataan kawasan kota seharusnya sudah didasari kerangka regulasi peruntukan lokasi yang sudah pasti untuk apa. Jadi tak akan muncul kebijakan kagetan yang tak memberi kepastian pada warganya seperti di Tanah Abang ini,” katanya.
Robert menilai, proses pengambilan kebijakan penataan Tanah Abang tersebut buruk. Proses partisipasi masyarakat sangat kecil serta minim kajian dan bukti dalam pengambilan kebijakan.
Kebijakan dengan proses buruk mengakibatkan ketidakpastian dan ketidakdilan pada sebagian pihak. Akhirnya, kebijakan itu terus kontroversial yang mengganggu pemerintahan.
Kebijakan ekstrem tanpa regulasi kuat pun berpotensi menyalahi tata kelola dan kepala daerah dapat disalahkan secara hukum. Sebab, setiap tindakan maupun kebijakan pemimpin daerah harus punya dasar hukum dan kerangka regulasi.
Terkait Tanah Abang, ia mengusulkan agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menggunakan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Komite Harmonisasi Regulasi untuk segera melakukan kajian dari sejumlah sisi. Di sisi lain, pemerintah pusat pun sebenarnya punya kewenangan untuk melakukan kontrol terhadap kebijakan kepala daerah.
Sejauh ini, penataan Tanah Abang masih meresahkan para sopir angkutan kota M08 yang terdampak. “Ini ‘kan kebijakan tak tertulis. Lalu, katanya tak akan permanen tapi nanti akan dibuka lagi atau PKL dipindahkan lagi. Tapi kapan itu, tidak ada kepastian,” kata Rahmat Aminudin dari Perkumpulan Advokat Kebijakan Publik untuk Masyarakat Indonesia (Paku Bumi) yang menjadi kuasa hukum sopir M08.
Laporan turun
Dalam rilis analisis waze tertanggal 2 Maret, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan ada penurunan jumlah laporan lalu lintas di kawasan sekitar Jati Baru Raya sebesar 37 persen sekitar 10 pekan setelah penataan. Analisis ini diambil dari kawasan dengan radius 1 kilometer (km) dari Jati Baru Raya.
Disebutkan pula, titik-titik lalu lintas tersendat hingga terhenti total masih terdapat di Jalan Kebon Jati, KH Mas Mansyur, Kebon Kacang, Kota Bambu, dan Jalan Fachrudin.
Perjalanan yang melewati kawasan 1 km dari Pasar Tanah Abang rata-rata mengalami perjalanan tertunda selama 250 detik. Angka ini menurun kurang dari 1 persen dibanding minggu kesembilan.
Rata-rata penurunan tertunda terbesar dibandingkan minggu kesembilan terjadi di Jalan Cideng Barat (92 detik), sedangkan rata-rata peningkatan penundaan perjalanan terbesar terjadi di Jalan Kebon Jati (30 detik).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menjanjikan rilis survei terkait Tanah Abang. Namun, hingga Jumat sore saat berita disusun, belum ada rilis tersebut.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, untuk tahap dua penataan Tanah Abang, pihaknya tak ingin buru-buru. Ia masih menunggu masukan dari berbagai pihak dan melakukan sosialisasi. (WAD)