Proyek Sodetan Ciliwung Ditargetkan Lanjut Tahun Ini
Oleh
N Arya Dwiangga
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Beberapa proyek pemerintah pusat di DKI Jakarta seperti proyek sodetan Sungai Ciliwung dan sistem penyediaan air minum atau SPAM akan terus dilanjutkan. Namun, perlu dukungan pemerintah provinsi DKI Jakarta terkait pembebasan lahan dan rencana bisnisnya.
“Di proyek sodetan Sungai Ciliwung konstruksi fisiknya sekarang 50 persen. Lalu, terhenti karena tanah untuk lokasi inlet-nya dan outlet-nya belum bebas," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Imam Santoso, usai pertemuan dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Selasa (13/3), di Jakarta. Begitu pemerintah daerah selesai membebaskan lahan, kata Imam, maka PUPR akan langsung melanjutkan proyek pembangunan.
Saat ini, kelanjutan proyek senilai Rp 500 miliar tersebut masih terhambat sekitar 13.000 meter persegi lahan yang belum dibebaskan. Lahan milik 215 keluarga tersebut diperkirakan nilainya Rp 167 miliar.
Imam berharap, pembangunan sodetan yang berfungsi mengurangi debit air dari Sungai Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur tersebut dapat segera dilanjutkan tahun ini. “Tadi kami dengan pemprov DKI sepakat untuk dilakukan percepatan dengan mendekati warga. Kebanyakan yang belum bebas di daerah Bidaracina,” ujar dia.
Selain soal pembebasan lahan untuk proyek sodetan Ciliwung, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga disibukkan dengan pembebasan lahan untuk proyek normalisasi sungai. Di sejumlah lokasi, kendalanya juga sama, yakni pembebasan lahan.
Menurut Sandiaga, pihaknya akan melakukan pendekatan kepada masyarakat agar mereka bersedia melepas lahan untuk sodetan Ciliwung. Namun, pihaknya juga meminta dukungan Kementerian PUPR di sektor perumahan dan proyek infrastruktur jalan.
“Kami harapkan ada kerja sama yang lebih baik antara Kementerian PUPR dan Pemprov DKI. Tadi dibahas masalah jalan, lalu masalah sodetan BKT,” ujar Sandiaga.
Penyediaan air minum
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Sri Hartoyo menambahkan, dalam pertemuan kemarin juga dibahas mengenai sistem penyediaan air minum (SPAM) DKI Jakarta yang dipasok dari Bendungan Jatiluhur dan Bendungan Karian yang saat ini tengah dibangun.
Selain membangun bendungan, pemerintah pusat berkontribusi membangun saluran air utama untuk air baku. Kemudian, jaringan distribusi sampai ke rumah bisa dikerjasamakan dengan badan usaha.
“Yang tadi dimasalahkan itu kesiapan di jaringan distribusi. Memang kebutuhan investasinya cukup besar, sekitar Rp 10 triliun. Namun, paling tidak Kementerian PUPR bisa membantu membangun sebagian atau seluruh jaringan distribusi utama. Lalu jaringan distribusi tersier sampai jaringan rumah bisa dilakukan Pemda DKI Jakarta dengan PAM Jaya,” kata Hartoyo.
Menurut dia, cakupan air bersih di DKI Jakarta baru mencakup 65 persen. Di sisi lain, kebocorannya pun juga cukup tinggi. Maka, selain perlu memenuhi kebutuhan yang ada, pemprov DKI Jakarta juga mesti menyelesaikan masalah kebocoran air tersebut. (HLN)