TANGERANG SELATAN, KOMPAS – Pencegahan penyalahgunaan narkoba terus didorong. Di Kota Tangerang Selatan, sebanyak empat kampung antinarkoba terbentuk dengan warga yang proaktif melakukan pencegahan dan antisipasi dini terhadap penyalahgunaan narkoba.
Lurah Serua Tomy P Edwardy, Kamis (15/3), mengungkapkan, kampung antinarkoba mulai dibentuk sejak tahun 2016. Saat itu, warga khawatir dengan maraknya peredaran narkoba yang terjadi di wilayah sekitarnya.
“Semua diawali ketika BNN melakukan tes urin untuk staf keluahan. Saat itu memang semua hasilnya negatif. Tetapi yang rawan narkoba memang wilayah di sekitar sini. Karena itu kami berupaya membentengi warga di sini, terutama anak-anak mudanya, karena pengaruh yang luar biasa dari lingkungan sekitar,” kata Tomy. Saat itu, perwakilan Pemerintah Kabupaten Agam, Sumatera Barat, berkunjung ke Kampung Antinarkoba di RW 03 Kelurahan Serua.
Tomy mengungkapkan, di kampung tersebut dibentuk tim satuan tugas yang mendeteksi dini serta mengadakan pelatihan dan penyuluhan, bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Selain itu, jika ada warga yang kedapatan mengonsumsi narkoba, satgas juga akan melaporkan hal itu ke BNN untuk rehabilitasi.
Selain itu, ada posko yang disiapkan, yaitu rumah Ketua RW 03 yang siaga setiap saat menerima laporan. Selain melibatkan anak muda karang taruna, ibu-ibu PKK juga dilibatkan untuk mendeteksi dini jika ada anggota keluarganya yang terkena atau mengonsumsi narkoba.
Di Kota Tangerang Selatan, hingga kini ada empat kampung antinarkoba yang secara aktif melakukan pencegahan dan antisipasi terhadap penyebaran narkoba. Kampung-kampung itu adalah Kelurahan Pakulonan Kecamatan Pondok Jagung, Kelurahan Cilenggang Kecamatan Serpong, Kelurahan Wadasari di Pondok Betung, dan Kelurahan Serua di Kecamatan Ciputat.
Kepala BNN Kota Tangerang Selatan, Heri Istu, mengatakan, kampung antinarkoba pada awalnya merupakan inisiatif warga setempat. Biasanya kampung itu dibentuk karena pernah ada penangkapan di daerah tersebut, atau kampung itu terletak di daerah yang rawan maupun berbatasan dengan daerah yang marak peredaran narkoba.
“Pembentukannya lebih pada komitmen pemerintah daerah. Kami mengapresiasi karena pengawasan yang dilakukan langsung oleh masyarakat sangat membantu kami. Bagaimanapun, wargalah yang paling mengenal wilayahnya,” ujar Heri.
Heri mengungkapkan, manfaat dari kampung antinarkoba yang paling terasa adalah mempersempit ruang gerak peredaran narkoba. Adanya spanduk-spanduk tentang bahaya atau larangan menggunakan narkoba, banyaknya posko dan satgas, serta seluruh elemen masyarakat yang mengerti bahaya narkoba, akan membuat orang berpikir ulang untuk mengedarkan atau menggunakan narkoba di wilayah itu. Karena itu, semakin banyak kampung antinarkoba yang dibentuk, akan semakin baik.