JAKARTA, KOMPAS – Komunitas pencinta lingkungan kembali meminta pemerintah provinsi DKI untuk menghijaukan daerah aliran sungai (DAS). Mereka mengusulkan supaya daerah aliran di 13 sungai di Jakarta ditanami bambu.
Chaerudin atau yang akrab disapa Bang Idin mengatakan, selama ini Kelompok Tani Lingkungan Hidup Sangga Buana telah bertahun-tahun menjaga dan menghijauan hutan kota Pesanggrahan. Warga menanami hutan kota itu dengan bambu dan tanaman keras seperti pohon nangka, rambutan, jamblang, buni, dan mandalika. Wilayah bantaran kali itu juga hijau dan teduh dengan sekitar 100.000 batang bambu. Di hutan kota Pesanggrahan sendiri, terdapat 27 jenis bambu.
“Bambu itu akarnya kuat dan bisa menyerap racun di dalam air,” tutur bang Idin, dalam acara Festival Sangga Buana 2018 di hutan kota Pesanggrahan, Minggu (17/3).
Sejak tahun 1990-an, Bang Idin mulai merawat bantaran Kali Pesanggrahan secara mandiri. Total, lahan hutan seluas 120 hektare. Namun, wilayah itu juga termasuk Kota Depok, Jawa Barat, dan Tangerang Selatan, Banten. Wilayah yang masuk Jakarta seluas 42 hektar. Tahun ini, dalam acara Festival Sangga Buana, Idin mengangkat tema peradaban sungai. Oleh karena itu, warga Jakarta harus mengembalikan kelestarian sungai yang dilaksanakan seiring-sejalan antara pemerintah dan warga.
“Program normalisasi sungai, pendekatannya jangan hanya proyek melulu. Tanggul beton itu paling usianya hanya berapa tahun? Kami semua harus tanam pohon, tanam bambu di bantaran sungai,” tegas Idin.
Penggunaan besek
Manajer Program Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Yayasan Kehati Basuki Rahmad juga menggagas program “back to besek” dalam acara ini. Ia ingin mengajak pemprov DKI untuk bekerja sama mengurangi penggunaan plastik dan styrofoam. Upaya itu bisa dimulai dengan membiasakan diri menggunakan wadah besek dalam makanan rapat-rapat pemda. Kehati juga akan bekerja sama dengan KTLH Sangga Buana dan komunitas lain untuk memanfaatkan wadah dari bahan dasar bambu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, produksi sampah di DKI Jakarta mencapai 7.099,08 meter kubik. Volume itu meningkat dari sebelumnya 7.046,39 meter kubik di tahun 2015. Dari total sampah itu, hanya 84,7 persen yang bisa terangkut. Sisanya terbuang di alam termasuk ke laut dan mencemari kepulauan seribu.
“Sampah plastik dan styrofoam ini tidak hanya berbahaya bagi kesehatan manusia, tetapi juga kelangsungan hidup flora dan fauna,” kata Basuki.
Basuki menambahkan, penggunaan besek sebagai bungkus makanan ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga bisa meningkatkan perekonomian warga. Warga di bantaran sungai menanam bambu, diolah menjadi besek, dan dijual. Bambu tidak hanya bisa diolah menjadi wadah makanan tetapi juga bisa digunakan untuk kipas, wadah sendok-garpu, dan perabotan lain. Basuki berharap ini bisa diserap ke dalam program unggulan DKI yaitu OK OCE.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, pemprov DKI akan memilah mana lahan yang cocok untuk naturalisasi dan mana yang cocok untuk betonisasi. Beberapa daerah yang akan menjadi sasaran naturalisasi, di antaranya muara sungai maupun pinggiran-pinggiran Jakarta yang lahannya masih luas. Ia juga akan bekerja sama dengan wilayah di sekitar Jakarta seperti Bogor, Depok, dan Bekasi.
“Kalau semua dibetonisasi itu akan mempercepat laju air dan sedimentasi. Ini akan menjadi siklus yang tidak sehat. Naturalisasi akan lebih baik dari sisi manajemen pengelolaan air,” ujar Sandiaga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Djafar Muchlisin mengatakan, penghijauan di bantaran sungai tahun ini difokuskan di Kali Pesanggrahan, Ciliwung, dan Krukut. Dinas akan menanam tanaman keras maupun bambu di wilayah-wilayah sasaran. Khusus untuk Kali Pesanggrahan anggaran untuk perbaikan bronjong, trotoar dan penghijauan sekitar Rp 400 juta.