JAKARTA, KOMPAS - Kosmetik tak berizin ditemukan tersimpan di sebuah gudang. Sedangkan sebuah pabrik tak berizin memproduksi produk kosmetika. Produk yang dihasilkan pun sudah beredar ke wilayah Jabodetabek bahkan hingga Sulawesi.
Kedua tempat itu gerebek Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Rabu (28/3). Gudang penyimpan kosmetika ilegal berlokasi di Jalan Kayu Besar nomor 1 RT 01 RW 08, Tegal Alur, Cengkareng, Jakarta Barat. Aneka jenis kosmetika yang disita mencapai sebanyak 900 koli, dengan nilai sekitar Rp 3 miliar.
BPOM menyita seluruh produk kosmetika ilegal tersebut dan sedang menginvestigasi pemilik atau penanggung jawab produk.
“Ini jelas pelanggaran, yaitu mendistribusi sediaan farmasi berupa kosmetika tanpa izin edar atau ilegal. Untuk itu kami akan usut tuntas dan tindak tegas agar memberikan efek jera,’’ tegas Kepala BPOM, Penny K Lukito.
Menurut dia, produk kosmetika ilegal ini rencananya diedarkan di Jakarta dan sekitarnya.
“Sumber produk masih dalam pengembangan dan pemeriksaan petugas BPOM. Beberapa contoh akan kami periksa di laboratorium, sementara aktor intelektual di balik penimbunan barang ilegal ini masih kami sisir bersama polisi”, ucap Penny.
Pelaku yang terlibat akan dijerat Pasal 196 dan atau Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu mendistribusikan produk sediaan farmasi jenis kosmetika, tanpa izin edar dan atau mengandung bahan yang dilarang. Ancaman hukuman pidana penjara atas tindakan ini paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Penjara 15 tahun
Adapun pabrik ilegal berlokasi di Jalan Pademangan 2, Gang 26, Kelurahan Pademangan Barat, Jakarta Utara.
Menurut Kepala Balai Besar POM DKI Sukriadi Darma, pabrik rumahan ini beroperasi beberapa tahun tanpa izin. Pabrik berada di tengah pemukiman warga.
Petugas menyita bermacam bahan kimia untuk campuran kosmetik, mesin pencampur, dan kemasan. "Produk jadi yang kami sita antara lain sabun kecantikan, sabun pemutih, dan sabun temulawak," ucapnya di lokasi.
Ia belum bisa memastikan produk rumahan tersebut berbahaya atau tidak karena belum diperiksa di laboratorium.
"Yang jelas, produk ini sudah beredar luas sampai Sulawesi. Omzetnya sebulan diduga mencapai ratusan juta rupiah," ucap Sukriadi.