Gemericik Sungai Ciliwung yang mengalir begitu menenangkan di sudut Kampung Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (28/3). Daun-daun bambu dan pepohonan hijau di bantaran sungai itu menderau ditiup angin. Sisi lain Kali Ciliwung yang masih asri dan terjaga.
Usman Firdaus (49) sedang menanam tanaman hias di taman sekitar Sekolah Sungai Ciliwung. Sejak banjir merendam sekolah itu, Januari dan Februari, Ketua Komunitas Masyarakat Peduli Ciliwung (Mat Peci) itu terus berbenah. Banjir besar saat itu nyaris merobohkan dua saung yang ia bangun. Beberapa tanaman seperti rumpun bambu hanyut. Paving block di jalur pejalan kaki, rusak. Lumpur menempel hingga 1,5 meter.
“Banjir tahun ini lebih parah dari empat tahun lalu. Tahun 2014, ketinggian lumpur pasca banjir hanya 10 sentimeter. Ini sampai satu setengah meter,” ujar Usman.
Ia menduga, banjir semakin parah karena kerusakan hulu di Puncak, Bogor, yang tak terkendali. Selain itu, juga banyak alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan di hulu.
Di hilir, terutama dalam kota, sempadan kali beralih fungsi menjadi perumahan permanen. Daerah resapan air juga berubah menjadi mal dan perkantoran. Adapun di tengah kota, pinggiran kali dibeton sehingga arus air semakin deras dan cepat menuju ke muara.
Karena alasan itulah, Mat Peci dan sekitar 35 komunitas pencinta sungai dan lingkungan lainnya berupaya mati-matian menjaga kebersihan dan kelestarian Ciliwung. Usman berkeras, kawasan di pinggir Ciliwung sepanjang 15 kilometer dari Jalan TB Simatupang-Srengseng Sawah tidak boleh dibeton. Pinggir kali harus ditanami tanaman khas seperti Menteng, Gandaria, Kemang, dan rumpun bambu. Ia berharap, melalui komunitas, restorasi sungai dan lingkungan di sekitarnya dapat terus berjalan dan konsisten.
“Dulu, lahan yang saya kerjakan di sekitar Carrefour Cawang di Jalan MT Haryono, itu sudah bagus dan hijau. Tapi, karena harus dinormalisasi dengan pembetonan, upaya kita di sana harus terhenti,” kenang Usman.
Di sekitar area Sekolah Sungai Ciliwung misalnya, suasana hijau, rindang dan asri terasa segar dan nyaman. Setiap hari, sampah yang mengambang di aliran sungai pun dibersihkan oleh petugas Unit Pengelola Kebersihan (UPK) Badan Air Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta. Warga di sekitar bantaran sungai pun tak lagi membuang sampah ke kali. Mereka membuang sampah di tempat sampah yang disediakan komunitas. Setiap dua hari sekali, sampah akan diambil dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Liangki (65), petugas UPK Badan Air dan anggota Komunitas Mat Peci mengatakan, setiap hari ia harus membersihkan sampah di aliran Kali Ciliwung sepanjang 2-4 kilometer. Ia dibantu dua orang lain untuk mengerjakan pekerjaan itu. Ia kerap menemukan sampah plastik, pakaian, dan terutama popok bayi yang dibuang sembarang di kali. Dalam sehari, ia bisa mengumpulkan hingga 5-10 karung sampah.
Sisi kali yang berada di wilayah DKI Jakarta memang cenderung terlihat bersih dibandingkan dengan wilayah di seberangnya yang masuk Kelapa Dua, Kota Depok. Di wilayah itu, sungai dijadikan tempat pembuangan sampah. Sampah yang dibungkus dalam plastik-plastik besar setiap hari dilemparkan ke jurang sungai. Sampah pun menumpuk dan membuat kali semakin kotor.
“Gimana ya? Itu kan wilayah Depok, bukan kewenangan kami. Kami sih prioritaskan bersihkan wilayah sendiri dulu. Kalau sudah kelar, baru bantu bersih-bersih di sana,” kata Liangki.
Sekolah Sungai Ciliwung
Usman menambahkan, upaya pelestarian dan penyelamatan Kali Ciliwung terus berjalan. Setelah mengelola kawasan ekoriparian atau pemulihan daerah aliran Ciliwung, kini Usman juga meresmikan Sekolah Sungai Ciliwung. Sekolah itu merupakan kerja sama dengan program corporate social responsibility (CSR) PT PLN. Sekolah itu akan menjadi wadah bagi anak-anak, remaja, hingga lansia untuk belajar mencintai alam.
Ia juga akan membuka wisata air, menanam pohon, dan bumi perkemahan di sekitar sekolah. Dengan mendekati sungai, bermain, dan mengenal alam, diharapkan warga tidak lagi apatis dan dapat menjaga lingkungan.
Kini, dermaga untuk naik-turun perahu karet sudah dibangun. Dua saung di pinggir kali yang masih baru juga sudah siap untuk kegiatan sekolah alam. Hanya saja, untuk bumi perkemahan, memang belum dimulai pembangunannya karena masih menunggu dana dan kerja sama dari swasta.
Keberadaan Komunitas Mat Peci pun menggerakkan masyarakat di sekitar Kelurahan Srengseng Sawah untuk lebih peduli pada lingkungan. Mereka menanam pohon di pekarangan serta mengembangkan pertanian hidroponik. Pot-pot tanaman sayuran dengan mudah terlihat saat melewati Gang Arus, Srengseng Sawah. Pertanian hidroponik itu dikembangkan oleh Komunitas Peduli Lingkungan Srengseng Sawah.
“Selain untuk masyarakat luar, kegiatan lingkungan di wilayah ini juga harus mampu memberdayakan masyarakat sekitar,” ujar Usman.