Direktur Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto berpendapat, jika perpindahan masyarakat yang terpecah dalam kendaraan pribadi, termasuk angkutan daring, dibiarkan, kemacetan akan makin parah. ITDP menyurvei, pada 2011-2018, penumpang angkutan umum reguler menurun hingga 30 persen. Bahkan, pangsa pasar angkutan umum reguler itu juga terus tergerus oleh ojek daring. Beberapa alasan adalah soal fleksibilitas, kecepatan, dan kenyamanan.
Situasi yang kian pelik ini seharusnya memaksa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih fokus meningkatkan kualitas angkutan umum supaya lebih kompetitif. Salah satu caranya adalah integrasi angkutan umum massal dengan angkutan umum reguler. Angkutan umum reguler harus terintegrasi dengan kereta commuter line atau bus transjakarta.
”Sebagai perbandingan, di kota Seoul, Korea Selatan, sudah ada 390 rute transportasi umum yang terintegrasi dengan bus rapid transit (BRT). Di Jakarta baru ada 130-an, kita masih tertinggal jauh. Makanya, PT Transjakarta harus menjalankan program integrasi angkutan,” ujar Yoga, Selasa (3/4/2018).
Menurut Yoga, program integrasi angkutan umum OK Otrip sebenarnya sudah bagus. Namun, program itu bisa ditingkatkan dengan mendata rute-rute gemuk dan potensial. ITDP memetakan, ada 80 rute aktif angkutan umum yang memiliki permintaan penumpang besar untuk diintegrasikan dengan transjakarta.
Selain itu, asumsi bahwa PT Transjakarta akan mencaplok rute angkutan umum reguler yang sudah ada juga harus ditepis. Justru apa yang dilakukan Transjakarta adalah proses untuk meningkatkan pelayanan. Para operator yang masuk dalam Organda pun harus dibantu supaya mereka memiliki kemampuan finansial yang cukup. Mereka perlu dibantu pembiayaan untuk membayar DP angkutan. Selama ini, mereka sulit meremajakan angkutan umum karena keterbatasan dana. Jika harus meminjam melalui fasilitas leasing, biaya yang dibutuhkan sangat besar dan membebani.
”Banyak skema yang bisa diterapkan supaya para operator angkutan umum ini mau bergabung bersama PT Transjakarta. Operator harus diyakinkan supaya mereka mau menjalankan bisnis baru dengan potensi penumpang dan pendapatan yang lebih besar,” kata Yoga.
Tanpa program integrasi ini, angkutan umum akan selalu ketinggalan berinovasi dibandingkan perusahaan swasta. Alhasil, angkutan umum semakin tidak diandalkan warga kota.
Payung hukum baru
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Driver Online Christiansen FW Wagey mengatakan, rencana mengatur perusahaan aplikasi sebagai perusahaan jasa angkutan umum bukanlah solusi atas permasalahan angkutan daring. Sebab, saat perusahaan aplikasi jadi penyelenggara angkutan umum, pengemudi sangat dirugikan.
Hal ini akan mengubah prinsip kemitraan antara perusahaan aplikasi dan pengemudi sehingga menjadi hubungan kerja antara majikan dan buruh. ”Dan sudah bisa dipastikan, yang akan bertahan adalah perusahaan-perusahaan kapitalis yang telah lama berkecimpung di transportasi darat,” katanya.
Menurut Christiansen, masalah sebenarnya, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Nomor 22 Tahun 2009 belum mengakomodasi keberadaan angkutan daring secara langsung. Masalah pengemudi daring perlu diatur dalam payung hukum setingkat UU yang memperjelas hak dan kewajiban antara perusahaan penyedia aplikasi dan pengemudi.
UU ini perlu berdiri sendiri sebab sifatnya berbeda dengan transportasi darat konvensional karena pengemudi adalah pemilik kendaraan sendiri. Aturan yang perlu diperjelas, kata Christiansen, salah satunya memastikan semua pengemudi daring yang bersedia memenuhi persyaratan masuk dalam kuota.
Sediakan tempat
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, sampai sekarang pihaknya belum bisa melakukan pengaturan formal terhadap angkutan daring.
Menurut Sigit, saat ini pengaturan angkutan daring masih berpegang pada UU LLAJ No 22/2009. Artinya, baru bisa dilakukan penegakan hukum jika angkutan daring melakukan pelanggaran lalu lintas seperti kendaraan lain. Sebagai catatan, dalam aturan itu belum ada pengaturan soal angkutan daring.
Saat ini, DKI baru bisa melakukan penyediaan kantong-kantong pengendapan ojek daring untuk integrasi antarmoda serta mengurangi kemacetan karena mereka menunggu di pinggir jalan. Hal ini sudah diupayakan dilakukan di Stasiun Tanah Abang dengan meminjam lahan PT Kereta Api Indonesia. ”Ini kami memfasilitasi perusahaan pengelola aplikasi dengan pemilik aset (PT KAI),” katanya.
Namun, penyediaan kantong pengendapan itu baru bisa dilakukan di Tanah Abang, sedangkan di sekitar Stasiun Manggarai, Palmerah, Klender, dan Cakung masih dalam pembahasan. Kendati demikian, di lapangan masih ada angkutan daring menunggu di pinggir jalan.
Sementara itu, untuk menggantikan sepeda motor sebagai angkutan umum sekaligus mengurangi kemacetan, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPJT) akan membangun jalur kereta api lingkar layang (loop line). Pembangunan akan dimulai tahun 2020 untuk mengantisipasi lonjakan penumpang KA komuter sebanyak 2 juta orang per hari. Saat ini, penumpang KA komuter lebih dari 1,1 juta orang per hari.
Kereta lingkar layang ini akan mengatasi kemacetan dan mengurangi volume lalu lintas di jalan raya Jakarta. ”Penumpang kereta api dari Jabodetabek saat menuju titik-titik sentra bisnis di Ibu Kota tidak perlu berganti transportasi, tetapi cukup pakai loop line,” kata Kepala BPJT Bambang Prihartono. (ARN/IRE/DEA/MED)