JAKARTA, KOMPAS — Agenda baru perkotaan (new urban agenda/ NUA) seharusnya dihasilkan untuk mengakomodasi kebutuhan ruang warganya. Itu termasuk bagi warga Jakarta di sejumlah permukiman padat dan cenderung kumuh.
Hal tersebut dikaitkan dengan konflik yang cenderung berulang di kawasan padat dan minim ruang. Salah satunya permukiman padat di kawasan Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Konflik antarkampung atau antarkelurahan kerap terjadi.
Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Nana Setiana, Jumat (6/4/2018), mengatakan, dua wilayah kelurahan di Kecamatan Johar Baru yang kerap berkonflik adalah Galur dan Tanah Tinggi. Di wilayah Kelurahan Johar Baru dan Kelurahan Kampung Rawa, konflik relatif lebih jarang.
Konflik itu, ujar Nana, sejak lama dan berulang. Pengalaman lapangannya, konflik berupa tawuran antarwarga kerap terjadi pada 2001-2004.
Peneliti LP3ES, Mudaris Ali Masyhud, mengatakan, salah satu temuan berdasarkan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD) dengan sejumlah warga Johar Baru 3-4 tahun lalu mengindikasikan ada latar belakang terkait keterbatasan ruang. Salah satu penyebab tawuran pemuda adalah ketiadaan ruang beristirahat pada malam hari.
”Mereka (tidur) bergilir. Pada waktu siang (rumah) dipakai tidur dan sebaliknya pada malam dipakai orangtuanya tidur,” sebut Mudaris. Ini menjelaskan sejumlah tawuran antarwarga yang melibatkan pemuda di wilayah itu dengan waktu kejadian relatif pada malam atau dini hari.
Hal lain yang ditemukan Mudaris, terkadang tawuran dilakukan dengan tujuan ”latihan” dan kecenderungan menjadikan momentum itu untuk menemukan rekan tanding. Namun, ia menggarisbawahi hasil FGD mungkin sudah berubah jika dibandingkan dengan saat ini. Pengamatan lapangan terbaru diperlukan untuk mengetahui kondisi terkini.
Penyebab umum
Secara umum, konflik di Jakarta dapat dibagi tiga sebab utama. Pertama, konflik menyusul perebutan lahan parkir, terkait konteks kontestasi politik, dan berlatar belakang isu agama.
Mudaris yang juga salah satu narasumber musyawarah perencanaan pembangunan atau Musrenbang Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat menambahkan, karena itulah salah satu program prioritas pemerintah melakukan pembaruan di kawasan tersebut. Salah satu kemungkinan dengan mengadakan atau menambah ruang karena penggusuran bukan jalan terbaik.
Sebelumnya, Sekretaris Badan Pekerja Dewan Riset Daerah DKI Jakarta Muhammad Fausal Kahar menekankan pentingnya menghasilkan konsep utuh tentang agenda baru perkotaan (NUA) di Jakarta. NUA merupakan dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) guna memandu kebijakan pemerintah secara nasional dan lokal terkait pertumbuhan dan perkembangan kota hingga tahun 2036.
Seperti dikutip dari laman un.org, sejumlah layanan dasar yang mesti disediakan pemerintah dalam NUA adalah akses pada perumahan, air minum, sanitasi, makanan bergizi, layanan kesehatan, perencanaan keluarga, pendidikan, budaya, dan akses teknologi komunikasi. (INK)