Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membuka setidaknya tujuh kanal pengaduan untuk warga. Kanal aduan tersebut antara lain surat elektronik, media sosial (Facebook dan Twitter), telepon dan SMS, laman resmi pemprov, pesan singkat 1.708, dan aplikasi Qlue. Meskipun berbeda medium, kanal aduan bertujuan menangkap aspirasi dan melibatkan warga dalam penyelesaian persoalan di lingkungannya.
Sebagian warga menilai, pengaduan yang disampaikan dengan cara konvensional lebih mudah sampai ke pemerintah. Hasil jajak pendapat Kompas pertengahan Maret lalu menunjukkan lebih dari seperempat responden berpendapat bahwa saluran pengaduan yang paling efektif dilakukan adalah melalui telepon. Seperlima responden lainnya menilai jalur pengaduan yang paling efektif adalah dengan mendatangi kantor pemerintahan secara langsung.
Meski demikian, model pengaduan berbasis teknologi, seperti lewat media sosial, juga dinilai paling efektif menurut 22 persen warga yang lain. Selain itu, 15 persen responden yang melihat Qlue efektif sebagai sarana menyampaikan aduan.
Kurang dikenal
Pemprov DKI telah meluncurkan kanal pengaduan warga bernama Qlue sejak tahun 2014. Bagi warga Jakarta yang sibuk, konsep pengaduan berbasis aplikasi daring ini dinilai lebih mudah dimanfaatkan untuk menyampaikan beragam persoalan kota.
Dalam sistem Qlue, setidaknya ada 28 kategori pengaduan warga, antara lain kemacetan, parkir liar, sampah, genangan dan banjir, pohon tumbang, dan jalan rusak. Warga dapat menyertakan foto dan keterangan tambahan lewat tulisan. Setelah aduan disampaikan, warga dapat terus memantau hingga tindak lanjutnya selesai.
Sejak kehadiran Qlue, rata-rata jumlah pengaduan warga lebih dari 1.500 per hari. Catatan tertinggi pengaduan warga melalui Qlue mencapai lebih dari 56.000 pada Mei 2016. Secara keseluruhan, data dari pengelola Qlue Jakarta menyebutkan model pengaduan ini telah dimanfaatkan oleh lebih dari 500.000 orang dan 80 persen di antaranya adalah pengguna aktif.
Namun, angka pengguna Qlue itu terbilang kecil dibandingkan 10,3 juta jiwa penduduk Jakarta. Masih banyak warga yang belum pernah menggunakan Qlue, seperti pengakuan mayoritas (88 persen) responden jajak pendapat ini.
Selain belum banyak dikenal warga, praktik tindak lanjut pengaduan aplikasi Qlue di kalangan RT dan RW pun terbilang tidak mudah. Pemerintah di satuan lingkungan terkecil kerap kali menerima laporan pengaduan yang isinya fiktif.
Persoalan lain adalah laporan yang masuk sebagian tidak akurat sehingga memerlukan proses lebih jauh untuk memastikan detail pengaduan. Sejumlah pengaduan juga memerlukan koordinasi lintas instansi sehingga persoalan yang muncul belum tentu segera tertangani.
Selain itu, tidak sedikit pula warga yang melaporkan persoalan yang kewenangan tindak lanjutnya berada di luar kewenangan pemprov. Sebagai contoh, jalan yang rusak atau berlubang adalah persoalan yang kerap diadukan warga. Namun, sebagian jalan di DKI Jakarta merupakan jalan negara atau jalan provinsi sehingga tidak mudah bagi RT dan RW di sebuah wilayah administratif kota menyelesaikan pengaduan tersebut.
Perlu sosialisasi
Meskipun demikian, Qlue sebenarnya menjadi salah satu sarana pengaduan yang memudahkan masyarakat serta RT dan RW. Hanya saja, sosialisasi pemanfaatan Qlue agaknya perlu lebih ditingkatkan.
Perbaikan sistem juga diperlukan, termasuk dalam hal koordinasi antarinstansi mulai dari tingkat RT hingga dinas.