JAKARTA, KOMPAS - Warga Kampung Kunir di Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, masih mempertanyakan realisasi hunian sementara sebagai tindak lanjut penggusuran. Mereka juga menawarkan sejumlah solusi terkait lahan yang akan digunakan.
Marsa (47), koordinator warga Kampung Kunir, mengatakan, lahan pengganti itu di bagian buntu jalan inspeksi kali, di samping jejeran ruko Kunir. Lahan sekitar 500 meter persegi di belakang kantor camat itu belum bisa digunakan. Lahan itu dijadikan lahan parkir truk sampah milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Hingga Rabu (11/4/2018), sebanyak 10 keluarga masih bertahan di kampung itu. Mereka mendirikan gubuk, warung, pos, dan mushala berbahan kayu dan atap terpal. Adapun 23 keluarga lain memilih mengontrak di sejumlah lokasi lain.
Marsa, misalnya, mengontrak di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Sekalipun kini 23 keluarga tak lagi tinggal di Kampung Kunir, mereka masih kerap bolak-balik ke kampung itu.
Pada 1 November 2017, Jaringan Rakyat Miskin Kota bersepakat dengan Gubernur DKI Jakarta untuk membangun hunian sementara di Kampung Akuarium dan Kampung Kunir. Sebelumnya, Mei 2015 dan Februari 2016, rumah-rumah warga di Kampung Kunir digusur.
Community Officer Urban Poor Consortium Gugun Muhammad mengatakan, penggusuran kedua lokasi itu berdampak traumatis, membuat mayoritas warga tak lagi berani mendirikan bangunan. Sebelum penggusuran awal, tak kurang dari 79 keluarga tinggal di sana.
Jumlah 79 keluarga berkurang menjadi 33 keluarga setelah penggusuran pertama. Lalu, jumlahnya berkurang lagi menjadi hanya sepuluh keluarga setelah penggusuran kedua.
Uun Samiran (62), warga yang masih tinggal di Kampung Kunir, menyatakan, sejarah kampung dimulai tahun 1979 dengan 15 pemukim awal. Mereka tenaga pertahanan sipil (hansip) di bawah koordinasi Ketua RW 007 Kelurahan Pinangsia. Oleh ketua RW saat itu, mereka dibolehkan menggunakan lahan di bantaran anak Kali Ciliwung, masing-masing berukuran 5 meter x 6 meter. Belakangan, jumlah anggota keluarga bertambah. Rumah yang didirikan juga terus bertambah.
Kini, bersama sejumlah warga, Uun yang juga Ketua RT 004/RW 006 bertahan di sana. Ia tinggal bersama keluarganya, termasuk menantu dan kakaknya, sebanyak 15 orang di rumah berukuran 5 meter x 9 meter di wilayah RT 005. (IRE/INK)