Rumah bercat abu-abu itu terlihat sepi, Minggu (6/5/2018) siang. Pagar besi tinggi tertutup rapat, seakan hendak menutup peristiwa yang menjadi saksi bisu cekcok berujung maut yang menimpa LR (41), Kamis lalu.
Di lantai 2, tepatnya di kamar LR, cekcok berawal saat LR memarahi ST (25) lantaran kekasihnya itu tidak menutup pintu gerbang dengan benar. Akibat pintu gerbang yang tidak tertutup sempurna itu, LR kena marah ayahnya.
Cekcok merembet ke rencana pernikahan mereka. LR mengungkit-ungkit soal biaya pernikahan yang ditanggung oleh LR. Hal ini membuat ST tersinggung.
Pertengkaran memuncak. LR sempat memegang pisau dapur untuk mengancam ST. Pisau itu direbut ST dan akhirnya digunakan menusuk LR di bagian dada dan punggung. LR pun tewas.
“ST merasa direndahkan oleh LR karena dia (LR) menyinggung-nyinggung soal biaya pernikahan. Hal itu terus diulang-ulang sehingga membuatnya kesal,” kata Kapolsek Tambora Komisaris Iver Son Manossoh, kemarin.
Jasad korban dibawa ke mobil milik ST. Setelah itu, ST meminta bantuan beberapa teman untuk membuang jasad korban di pantai Desa Karang Serang, Kecamatan Sukadin, Kabupaten Tangerang. Sebelum dibuang di tepi pantai, jasad korban dibakar untuk menghilangkan jejak.
Korban LR ditemukan di pinggir pantai dengan luka bakar nyaris di seluruh tubuhnya.
Kepada polisi, saksi AZ (21) mengaku, korban dibuang dan dibakar di Pantai Serang, Tangerang. AZ menjadi saksi pelapor sekaligus yang membantu ST membuang jasad LR. Selain AZ, polisi meminta keterangan dari tiga saksi lain, yaitu YD (18), EB (22), dan AR (23). ST dibekuk Jumat lalu.
Saat polisi menggeledah kamar korban, Jumat, polisi menemukan bercak darah di kasur dan sprei korban. Polisi juga menemukan sarung tangan di depan kamar korban yang diduga digunakan saat membawa jasad korban.
Kasus ini dilimpahkan ke Polres Jakarta Pusat, sesuai lokasi kejadian.
Rumah sepi
LR, perempuan bungsu dari tiga bersaudara, tinggal di rumah besar itu bersama Hartono, ayahnya; serta Boni, kakaknya.
Ketua RW 002 Petojo Utara, Usman Ali Musa, mengatakan, Boni mengalami gangguan kejiwaan sehingga kerap sulit diajak berkomunikasi. Ayah korban memiliki usaha di daerah Jalan Gajah Mada sehingga kerap meninggalkan rumah.
Pada saat kejadian, Hartono mengaku sedang tidak ada di rumah. Ia juga tidak lagi melihat LR sejak Rabu pekan lalu.
“Saya mendampingi polisi masuk ke rumah korban pada Jumat sekitar pukul 20.00-21.00. Di situ ada Pak Hartono dan Boni. Namun, mereka justru kaget dan tidak tahu ada kejadian pembunuhan di rumahnya,” kata Usman.
Kepada polisi, Hartono justru bertanya bagaimana kondisi putrinya. Ia juga menceritakan bahwa putrinya sudah menyewa gedung untuk pernikahan. Mereka juga sudah melaksanakan foto prapernikahan. ST yang bekerja sebagai sopir taksi daring itu juga kerap menginap di rumah korban.
Yanto (45), juru parkir di sekitar Jalan Alaydrus, mengatakan, kerap melihat ST keluar-masuk rumah tersebut. Pada saat kejadian, Yanto dan pedagang sate di sekitar lokasi tidak mendengar ada teriakan keras. Yanto menduga, hal itu karena rumah korban luas dan tertutup tembok tebal.