Warga Kelompok Minoritas di Pulau Pari Adukan Intimidasi
Oleh
J Galuh Bimantara
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perwakilan kelompok minoritas dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu, datang ke Bupati Kepulauan Seribu Irmansyah pada Kamis (24/5/2018) di Gedung Mitra Praja, Jakarta Utara, untuk mengadukan dugaan intimidasi. Kelompok minoritas adalah warga Pulau Pari yang mengakui tanah mereka milik perusahaan dari Bumi Raya Utama Group, sedangkan kelompok mayoritas adalah yang mengakui lahan tempat tinggal mereka sebagai milik sendiri.
Perwakilan warga kelompok minoritas tersebut adalah Syahuri (59), dari RT 04 RW 04 Kelurahan Pulau Pari. "Tujuan saya kemari ini untuk mengadu sama Bupati bahwa saya diintimidasi," tutur dia.
Syahuri menceritakan, berbagai bentuk intimidasi sudah dialami kelompok minoritas. Terakhir, material-material bangunan yang dipesan Syahuri dari Jakarta daratan tidak dibolehkan dibawa ke Pulau Pari begitu diketahui bahwa material merupakan pesanannya.
Bentuk intimidasi lainnya, wisatawan dari Dermaga Kaliadem, Muara Angke, Jakarta Utara, tidak boleh menyeberang ke Pulau Pari jika mereka merupakan konsumen pelaku usaha wisata dari kelompok minoritas. Ada pula wisatawan Pulau Pari yang dicegah untuk membeli makanan di warung warga kelompok minoritas.
"Ekonomi berat sebelah," ujar Syahuri. Menurut dia, jumlah warga yang mengakui lahan tinggal mereka sebagai milik perusahaan hanya sekitar 40 orang sehingga kerap kalah suara dari mayoritas.
Padahal, kata Ketua Forum Ahli Waris Pulau Pari Slamet Huzaini, warga mayoritas yang senantiasa berdemonstrasi menentang penerbitan sertifikat lahan untuk perusahaan dan individu yang terkait Bumi Raya Utama Group sebenarnya bukan pemilik lahan. "Mereka memutarbalikkan fakta. Bahwa mereka sudah menempati lahan puluhan tahun, memang iya. Namun, tidak memiliki," ucapnya.
Slamet mencontohkan, ayahnya sudah menjual lahan warisan dari kakeknya seluas 22.700 meter persegi pada awal 1990-an. Sebelum itu, sejumlah pendatang memang sudah menempati lahan keluarganya dengan terlebih dulu meminta izin ke ayahnya untuk mendirikan gubuk. Ayah Slamet mengizinkan dan meminta mereka sekaligus menjaga kebun kelapa di lahan itu.
Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta Utara menerbitkan 14 sertifikat hak guna bangunan di Pulau Pari atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa—keduanya anak perusahaan Bumi Raya Utama Group. Selain itu, ada 62 sertifikat hak milik yang nama-nama pemiliknya terkait perusahaan. Ke-76 sertifikat itu membuat kedua perusahaan menguasai 90 persen lahan Pari.
Proses penerbitan 76 sertifikat itu dinyatakan cacat administrasi (malaadministrasi) berdasar laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya.