JAKARTA, KOMPAS — Di tengah sengketa lahan antara sebagian besar warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, dan anak perusahaan Bumi Raya Utama Group, Bupati Kepulauan Seribu Irmansyah berencana mengajak semua warga di sana berdiskusi soal penataan kawasan pulau itu. Salah satu bagian penataan, ia mewacanakan relokasi permukiman warga ke lokasi yang akan dikembangkan sebagai kampung wisata.
”Kami menawarkan warga pindah ke lokasi baru. Rumah lama dihargai berapa, lahan baru berapa, lalu selisihnya mereka cicil dengan DP (uang muka) nol persen dan bunga nol persen,” ucap Irmansyah dalam jumpa media di Gedung Mitra Praja, Jakarta Utara, Kamis (24/5/2018).
Di kampung wisata akan ada gedung untuk ekspresi seni budaya yang bisa dipakai untuk menampilkan kesenian kepada wisatawan. Penginapan (home stay) dibuat lebih representatif dan dikelola masyarakat lokal.
Selain itu, gedung olahraga tertutup bisa dibangun untuk memfasilitasi turis berolahraga pada malam hari, seperti futsal dan tenis meja. Irmansyah menuturkan, DKI berencana membangun pos pelayanan kesehatan, pos pemadam kebakaran, gedung SD dan SMP terpisah, serta masjid.
Selain itu, Pemprov DKI berencana menata instalasi listrik di bawah tanah dan pembangunan dermaga apung ramah lingkungan. Semuanya ditujukan agar kenyamanan warga dan turis terjamin. Menurut data lapangan, ada 5.000 pengunjung setiap pekan di Pulau Pari.
Menurut dia, lahan relokasi di Pulau Pari bisa diperoleh dari kewajiban pengembang wisata di sana untuk menyerahkan 40 persen lahan konsesi kepada DKI. Stasus kepemilikan lahan, milik DKI atau warga, akan didiskusikan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Untuk seluruh rencana itu, skema pembiayaan bisa berasal dari APBD ataupun sumber lain. Irmansyah berencana memaparkan rencana tersebut kepada warga di Pulau Pari dalam waktu dekat.
Terkait sengketa lahan antara sebagian besar warga dan anak-anak perusahaan Bumi Raya Utama Group, Irmansyah menunggu BPN selesai melakukan tindakan korektif dan melaporkannya kepada Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya. Tim Kabupaten Kepulauan Seribu akan memfasilitasi mediasi.
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya mengeluarkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) tentang dugaan malaadministrasi dari Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dalam menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (SHGB) di Pari.
Turut disimpulkan ada penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan SHM serta penyalahgunaan wewenang dan pengabaian kewajiban hukum dalam penerbitan SHGB.
Tidak sepakat
Ketua RT 001 RW 004 Kelurahan Pulau Pari Edi Mulyono mengatakan, rencana pengembangan Pulau Pari itu baik, tetapi tidak mendesak. ”Jika pemerintah beritikad baik, kami berharap pemerintah membantu legalitas hak atas tempat tinggal bagi kami,” ujarnya.
Pengembangan wisata selama ini sudah berjalan baik, dengan upaya swadaya dari warga Pulau Pari.
Ketua Forum Ahli Waris Pulau Pari Slamet Huzaini menuturkan, warga mayoritas yang senantiasa berdemonstrasi menentang penerbitan sertifikat lahan untuk perusahaan dan individu yang terkait Bumi Raya Utama Group sebenarnya bukan pemilik lahan. ”Mereka memutarbalikkan fakta. Mereka sudah menempati lahan puluhan tahun, memang iya, tapi tidak memiliki,” ucapnya.
Slamet mencontohkan, ayahnya menjual lahan warisan dari kakeknya seluas 22.700 meter persegi pada awal 1990. Sebelum itu, sejumlah pendatang sudah menempati lahan keluarganya dengan terlebih dulu meminta izin kepada ayahnya untuk mendirikan gubuk. Ayah Slamet mengizinkan dan meminta mereka sekaligus menjaga kebun kelapa di lahan itu.
Edi membantah pernyataan Slamet. Menurut dia, semua penghuni Pulau Pari merupakan pendatang. Ia menilai posisi generasi pendahulu Slamet sama dengan pendahulu Edi dan warga lainnya.