JAKARTA, KOMPAS - Kepastian nasib 932 bangunan di Pulau D, salah satu pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang disegel Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kamis (7/6/2018), paling cepat enam bulan ke depan. Itu terkait pembahasan dua rancangan peraturan daerah yang masih disempurnakan oleh pemprov.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengatakan, posisi legislatif menunggu penyerahan dua raperda itu. ”Setidaknya dibutuhkan waktu enam bulan untuk mengesahkan raperda menjadi perda,” katanya, kemarin.
Dua rancangan perda itu Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKS Pantura Jakarta) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Keduanya ditarik dari Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta, Desember 2017.
Hingga kini, dua raperda itu belum diserahkan ke Prolegda DPRD. Sebelum keduanya disahkan menjadi perda, izin gedung-gedung di pulau reklamasi belum bisa diurus.
Anggota Bapemperda DPRD, Mohamad Taufik, menyatakan, apabila hendak disahkan tahun ini, raperda itu harus diserahkan ke DPRD paling lambat Agustus.
Pembahasan bisa dilakukan beberapa bulan karena hampir semua poin sudah dibahas dan disepakati. Apabila lebih dari Agustus, kata Taufik, besar kemungkinan pembahasan dua raperda itu harus menunggu tahun 2019 karena Prolegda harus membahas beberapa raperda yang sudah masuk.
Bentuk badan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap raperda itu bisa selesai tahun ini karena tinggal menuntaskan pembahasan yang sudah dilakukan. Ia mencabut dua raperda itu agar saat diajukan lagi sudah sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Mengenai pemanfaatan gedung-gedung yang disegel karena didirikan tanpa izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi itu masih akan diputuskan setelah dibahas Badan Pelaksana Reklamasi, yang akan dibentuk sesuai amanat keppres.
Selanjutnya, badan itu bertugas menyusun rencana untuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang diterjemahkan dalam tata ruang, yang selanjutnya disahkan dalam perda.
”Dari sana, baru nanti bicara bangunannya. Mana wilayah zona perkantoran, zona perumahan, zona hijau, zona biru, tempat untuk fasilitas sosial, dan mana fasilitas umum. Bentuk jalannya bagaimana, lebarnya berapa, itu semua harus ditentukan lewat perda rencana tata ruang, zonasi. Ini, kan, belum ada,” katanya.
Anies menyayangkan ratusan gedung sudah berdiri dan sebagian dalam proses. Padahal, IMB-nya belum ada. Ia menyebut itu sebagai kekeliruan elementer sehingga harus diluruskan.
Anggota Komisi D DPRD DKI, Bestari Barus, mengatakan, penyegelan itu hendaknya segera diikuti solusi cepat. Seperti halnya pendapat anggota DPRD yang lain, raperda hendaknya segera dibahas bersama.
Setelah ditarik Desember, dua bulan setelah Gubernur Anies menjabat, kata Bestari, seharusnya gubernur segera menyelesaikan rancangannya. Apalagi, gubernur memiliki tim.
Hal lain yang semestinya segera dilakukan saat ini adalah memanggil para pengembang yang terlibat dalam pembangunan dan pengembangan pulau-pulau reklamasi serta pembangunan bangunan di atasnya. ”Kalau memang pembangunan itu melanggar, panggil juga yang melanggar itu. Kasih tahu bagaimana yang benar. Selesaikan. Supaya jadi lebih baik,” ujarnya. (IRE/HLN)