JAKARTA, KOMPAS - Upaya perbaikan kualitas udara di Jakarta perlu dilakukan untuk jangka panjang, tidak hanya demi perhelatan Asian Games 2018. Kualitas udara yang memburuk justru berdampak pada kesehatan jutaan warga Jakarta.
Staf Divisi Kampanye Udara Bersih Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) dan Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, Jumat (22/6/2018), menyatakan, cukup menyedihkan jika kualitas udara Jakarta baru menjadi sorotan menjelang Asian Games pada 18 Agustus-2 September 2018.
Kualitas udara yang buruk dikhawatirkan karena akan mengganggu performa atlet saat berkompetisi. Padahal kualitas udara jangka panjang yang baik adakan sangat mempengaruhi kesehatan jutaan warga Ibu Kota.
“Warga Jakarta sudah menghabiskan sekitar Rp 38,5 triliun untuk berobat ke rumah sakit karena pencemaran udara,” kata Alfred, Jumat.
Situs Aqicn.org menyebutkan, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta pada Jumat ini, misalnya, mencapai angka 137. AQI yang ideal berada di bawah angka 50.
Dalam laporan Greenpeace Indonesia berjudul Pembunuhan Senyap di Jakarta pada tahun 2017, terdapat berbagai jenis polutan yang ada di udara, seperti polutan berukuran lebih kecil dari 10 mikron (PM10), polutan berukuran 2.5 (PM2.5), mikronsulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), dan nitrogen dioksida (NO2).
Sulfur dioksida (SO2), misalnya, dapat menurunkan fungsi pernapasan dan paru-paru, serta menyebabkan iritasi mata, penyakit jantung, dan stroke iskemik. Begitu pula dengan nitrogen dioksida (NO2).
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jakarta, Andono Warih menyatakan, kabar bahwa udara Jakarta tidak baik untuk kesehatan tidaklah benar.
“Tingkat polusi berbeda-beda tergantung lokasinya,” ujarnya. Jika dibandingkan, lanjutnya, kondisi udara di Jakarta lebih baik dibandingkan Beijing, China, dan New Delhi, India.
Ia menyatakan, sumber pencemaran udara terbesar berasal dari polusi kendaraan bermotor, diikuti oleh beroperasinya pabrik dan pembangunan infrastruktur.
Kualitas udara Jakarta akan semakin membaik ketika pembangunan infrastruktur transportasi selesai sehingga masyarakat akan beralih menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi publik.