Upaya pemerintah menekan volume kendaraan dan kepadatan lalu lintas di Jakarta, dengan menerapkan kebijakan perpanjangan waktu dan area kendaraan bernomor ganjil-genap, harus dilihat secara saksama. Kebijakan untuk memperlancar arus lalu lintas jelang pelaksanaan Asian Games 2018 dinilai sebagai kebijakan dilematis.
Di satu sisi, kebijakan ganjil-genap yang diuji pada 2-31 Juli 2018 bisa membawa dampak positif. Salah satunya, menekan volume kendaraan di jalur protokol dan area berlangsungnya cabang olahraga Asian Games. Hal ini diharapkan mampu memberi citra positif bagi Indonesia, khususnya Jakarta yang selama ini dikenal sebagai salah satu kota termacet di dunia.
Namun, di sisi lain, ada potensi dampak negatif. Sistem itu dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi, penurunan produktivitas, tekanan terhadap pertumbuhan bisnis di area mal, ritel, dan kuliner. Kebijakan itu turut berpeluang memindahkan kemacetan ke jalan nonprotokol dan pinggiran Jakarta. Hal itu memicu pemborosan energi dan ekonomi warga yang tak kecil.
Kaji komprehensif
Sebelum diterapkan, menurut Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta, sebaiknya aturan itu bukan sekadar untuk melonggarkan arus lalu lintas dan nyamannya jalan di zona baru perpanjangan, tetapi harus dikaji berapa besar kemungkinan kerugian negara secara keseluruhan akibat pembatasan pukul 06.00-21.00.
Masyarakat pasti enggan untuk datang ke lokasi mal atau kuliner dengan batas waktu yang sempit akibat pembatasan panjang ganjil-genap. Bagi pengusaha, memperpanjang waktu buka bukan hal gampang. Ada perhitungan lembur karyawan dan tambahan biaya sewa. Padahal, omzet tak naik signifikan.
”Terhadap ritel pasti ada pengaruhnya. Apalagi sistem itu tidak hanya berlaku sampai pukul 10.00, tetapi sampai malam hari. Ini memang problem pelik yang harus disikapi pemerintah secara bijaksana. Bagaimana Asian Games berlangsung meriah dan sukses, tetapi bisnis, pusat perbelanjaan, dan kuliner tetap ada transaksi,” tutur Anton.
Kegalauan masyarakat dan kekhawatiran para pengusaha ini harus direspons positif oleh pemerintah. Mengingat selama ini pergelaran olahraga kelas dunia selalu menimbulkan efek yang tidak kecil bagi masyarakat dan bagi ekonomi negara secara keseluruhan.
Seharusnya pergelaran itu justru harus membawa dampak positif dan bukan negatif akibat akses masyarakat ke pusat bisnis yang terbatas. Selain itu, jangan sampai terjadi pemborosan energi akibat transportasi pribadi dan daring harus berputar-putar menuju ke lokasi tertentu, termasuk ke wilayah kuliner dan perbelanjaan yang ada di tengah kota.
Sementara menggunakan kendaraan umum juga bukan hal mudah. Akses transportasi umum tidak terintegrasi dan tak berlangsung sepanjang malam. Selain itu, sistem transportasi massal yang ada menjadi mahal dan tak terjamin keamanannya. Waktu tempuh perjalanan justru bisa lebih panjang.
Oleh sebab itu, sebelum uji coba ini diperlakukan penuh, lihat sisi positif dan negatifnya. Mana sisi yang paling komprehensif mampu menekan kerugian seminimal mungkin. Dengan demikian, pergelaran berlangsung aman dan meriah, aktivitas ekonomi Ibu Kota tetap jalan. Sebuah momentum membenahi sistem transportasi makro, menata kota.